Pengampunan yang Membebaskan (17 Januari 2025)

(Renungan dari Bacaan Ibrani 4 : 1 – 5: 11;  Markus 2: 1-12)

Dalam suatu acara retret, kami diminta untuk mengingat peristiwa yang paling melukai hati sehingga sulit sekali bahkan tidak bisa kami ampuni. Entah dorongan apa yang terjadi, saya merasakan kekecewaan yang menyesak dada, sakit hati yang mengiris-iris sekat rongga dadaku. Kebencian yang selama bertahun-tahun kupendam dan kucoba ampuni tiba-tiba meledak. Aku telah mencoba berdamai dengan diriku sendiri, tetapi semuanya tampaknya hanya kepalsuan. Seperti orang lumpuh yang diceritakan dalam Mrk. 2:1-12, aku merasa tidak berdaya. Ternyata, sakit hati dapat menyebabkan kelumpuhan psikis yang sangat menekan.

Orang lumpuh yang sudah tidak berdaya lagi digotong oleh empat orang yang mencoba membawanya ke hadapan Yesus. Namun, mereka kesulitan membawanya karena orang banyak. Meskipun demikian, kepercayaan dan keinginan yang besar membuat mereka tidak putus asa. Mereka membuka atap rumah di atas Yesus untuk menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring. Mereka percaya bahwa Yesus mampu untuk menyembuhkannya. Ketika Yesus melihat iman mereka, Ia berkata, “Hai anak-Ku, dosa-dosamu sudah diampuni!” (Mrk. 2:5).

Mengapa ketika menyembuhkan seorang yang lumpuh itu Yesus terlebih dahulu mengampuni dosa-dosanya. Apakah penyakit lumpuh itu disebabkan oleh dosa? Pada zaman itu orang sering mengaitkan penyakit dengan dosa. Mereka berpendapat bahwa jika seseorang menderita, pasti orang itu telah berbuat dosa.

Banyak orang meremehkan dosa dan menganggapnya sebagai hal yang wajar untuk terus dilakukan. Ada juga yang beranggapan bahwa Tuhan akan memaklumi kalau kita berdosa karena setiap orang punya kekurangan dan kelemahannya masing-masing. Anggapan seperti ini membuat orang membiarkan dirinya tetap berdosa, tanpa ada keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan sesama. Apakah Tuhan akan berkata, “Tidak masalah kalau kamu berdosa, Aku tetap mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu”? Tentu saja tidak demikian.

Tuhan Yesus memandang dosa sebagai yang utama untuk dibereskan karena dosa menyebabkan bukan hanya penderitaan fisik melainkan juga rohani. Dari sebab itu, Yesus datang ke dunia ini untuk membebaskan manusia dari dosa, dan dengan demikian ia juga kelak layak masuk ke dalam Kerajaan Allah yang abadi.

Banyak orang melihat mukjizat penyembuhan yang Tuhan kerjakan. Mereka takjub lalu memuliakan Allah, katanya, “Yang begini belum pernah kita lihat!” (Mrk. 2:12). Mereka kagum melihat mukjizat penyembuhan, tetapi tidak sampai mengenal siapa Yesus sebenarnya. Pengalaman ini menjadi peringatan bagi kita umat beriman. Kita harus berusaha untuk mengenal dan lebih mengenal Yesus lagi melalui peristiwa-peristiwa dalam hidup kita sehari-hari yang akan tampak seperti mukjizat. Kita harus menjadikan Yesus sebagai Tuhan bagi kita, yang berkuasa mengampuni dosa dan membawa kita kepada kebahagiaan yang sejati.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *