Bacaan: 1Samuel 26: 2.7-9.12-13.22-23; Lukas 6: 27-38 “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu” (Luk. 6:27). |
Bacaan Injil yang pada hari ini memberikan suatu ajaran yang tidak mudah untuk dilakukan. Kita diminta untuk mengasihi musuh. Siapakah yang dimaksud Yesus dengan musuh? Musuh adalah orang yang membenci kita, orang yang bersikap jahat kepada kita, atau orang yang melukai hati kita. Kalau yang diminta oleh Yesus adalah mengasihi orang yang mengasihi kita pasti mudah, tetapi mengasihi musuh tentu amat sulit. Dibutuhkan suatu pengurbanan yang besar untuk dapat melakukannya.
Ajaran Yesus ini bertolak belakang dengan cara berpikir orang pada umumnya. Biasanya orang menganggap bahwa orang yang telah berbuat jahat pantas mendapat balasan yang setimpal. Maka balas dendam dianggap wajar untuk memberikan rasa keadilan. Namun, Yesus mengajarkan kepada kita untuk mengasihi musuh yakni tetap berbuat baik kepada orang yang membenci kita. Kita diminta memberkati mereka bahkan mendoakan orang yang mencaci kita. Bagaimana caranya agar perintah ini dapat kita lakukan?
Yesus mengajarkan kepada kita untuk tidak membalas ketika disakiti. Sebab, jika kita melakukan balas dendam, berarti kita menghendaki peristiwa buruk terjadi kepada musuh kita. Tuhan menghendaki kita untuk mengasihi dengan sepenuh hati, tanpa memperhitungkan kejahatan atau keburukan yang sudah pernah dilakukan. Kasih yang sejati mampu membebaskan orang dari belenggu dendam.
“Siapa saja yang menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain”. Tamparan pipi tidak hanya mengakibatkan rasa sakit tetapi juga merupakan bentuk penghinaan kepada seseorang. Walaupun demikian, Yesus mengajarkan kalau ada orang yang menyakiti dan menghina janganlah menyimpan dendam atau membalasnya. Demikian juga, jika seseorang telah mengambil milikmu yang sangat berharga, hal itu jangan dijadikan alasan untuk berhenti bermurah hati.
Yesus mengajak kita untuk meneladan Allah Bapa-Nya yang selalu berbuat baik kepada semua orang, bahkan kepada orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan orang orang jahat. Seperti Allah Bapa murah hati demikian juga kita harus murah hati, yaitu senantiasa berbuat baik kepada semua orang: tidak menghakimi sesama, tidak menghukum, dan mau mengampuni sesama. Dengan demikian kita akan disebut anak-anak Allah Yang Maha Tinggi.
Penulis

