Renungan dari bacaan: Sirakh 4:11-19; Markus 9:38-40 “Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu” (Mrk. 9:38) |
Perikop Sirakh 4:11-19 ini menawarkan dua pilihan pada pembaca zamannya, kebijaksanaan atau kebinasaan. Kalau main kata-kata, yang pertama ada “jak”. Ketika membaca kecenderungan yang ada zaman ini, apakah pilihan ini masih aktual dan relevan di zaman ini?
Penulis merumuskan strategi menjadi bijaksana yaitu sikap mencintai dan perasaan sukacita menyambut kebijaksanaan (Sir. 4:12). Dalam menjalani jalan kebijaksanaan, penulis memberi pesan bahwa jalan bijaksana ada di jalan yang berbelok-belok dahulu, sehingga didatangi ketakutan dan kegetaran. Boleh jadi kebijaksanaan menyiksa dia dengan siasat sampai dapat percaya padanya, dan mengujinya dengan segala aturannya (Sir. 4:17). Proses ini tentunya sangat berlawanan dengan pengejaran zaman ini yang serba nikmat, serba enak, serba cepat, serba mudah, serba langsung. Proses inilah yang sudah dijalani oleh para bijak zaman dulu, zaman Yesus, dan para kudus. Adakah kita tertarik menjalaninya setiap hari?
Buah-buah kebijaksanaan bagi yang menjalani jalan kebijaksaan yang ditulis oleh penulis tentulah menarik bagi kita zaman ini, terutama yang sudah berada di jalan Tuhan. Ada kemuliaan, diberkati Tuhan, dicintai Tuhan, aman sentosa kediamannya, dan keturunannya mewarisi kebijaksanaan (Sir. 4:13-16). Siapakah yang tidak mau dengan buah-buah ini? Apakah orang rela menjalani jalan berkelok diiringi dengan ketakutan dan getaran untuk mencapai kebijaksanaan?
Bagi orang lain, apakah tanda bahwa seseorang bijaksana? Penulis menuliskan bahwa tanda seorang bijaksana adalah memutuskan yang adil (Sir. 4: 15). Untuk hari-hari ini kita yang di Indonesia menjadi alat ukur, apakah pejabat publik kita bijaksana dengan membaca keputusan yang diambilnya. Hal ini juga menjadi alat ukur bagi umat Kristiani atau orang berkehendak baik lainnya yang melayani kepentingan bersama, memutuskan yang adil. Apakah akan memilih jalan kebijaksanaan atau kebinasaan?
Perikop Injil (Mrk. 9:38-40) yang menjadi bacaan hari ini menggambarkan salah satu dinamika zaman Yesus yang mulai populer. Yesus dikenal melalui penyembuhan-penyembuhan yang dilakukannya. Bagi kita zaman ini, penyembuhan-penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus pun masih termasuk mukjizat (Mrk 1:24-26, 31-34, 40-41; 2:3-5; 3: 3-4, 10-11; 5:1-13, 25-34, 39-42; 6:55-56, 35-39; 7:32-35; 8:22-25).
Salah satu contoh yang menarik adalah seorang perempuan yang sakit pendarahan (Mrk. 5:25-34), yang juga ada di dua Injil lainnya (Matius dan Lukas). Zaman ini kita bisa menduga perempuan ini mengalami tumor alat reproduksinya.
Namun, perikop ini (Mrk. 9:38-40) menyinggung pengusiran setan, yang dilakukan Yesus dalam perjalanannya di Rumah Ibadat di Kapernaum (Mrk. 1:23-26) dan di Gerasa (Mrk. 5:2-13). Yang mempersoalkan adalah Yohanes (Mrk. 9:38): “Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Pada zaman ini, yang serupa dengan pertanyaan Yohanes zaman itu, kira-kira akan berbunyi seperti ini, “Yesus, kami melihat orang-orang yang bukan beriman Katolik melakukan hal-hal baik, menyembuhkan orang, melakukan mukjizat.” Apakah kita juga akan mencegah orang-orang ini daripada membereskan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merajalela saat ini”?
Paus Fransiskus berulang kali memanggil seluruh umat Katolik dan orang-orang berkehendak baik untuk mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Hal itu dapat dilakukan dengan persaudaraan antar umat, kerjasama dalam keadilan dan perdamaian, atau dalam merawat ibu bumi yang sedang memanggil untuk menyikapinya dengan bijaksana. Ayo bekerjasama membangun dunia yang lebih baik lagi.

Penulis

