Yang Telah Dipersatukan Allah, Tidak Boleh Diceraikan Manusia (28 Februari 2025)

Renungan dari Bacaan Sirakh 6 : 5 – 17 dan Markus 10 : 1 – 12
“Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mrk. 10:9)

Perceraian, yang saat ini marak terjadi, juga dialami oleh jemaat pengikut Kristus. Gereja mengalami pergumulan dan dilema dalam mengatasi perceraian di kalangan jemaat. Persoalan ini semakin rumit dan sulit dicarikan titik temunya karena masing-masing gereja memiliki persepsi sendiri.

Tuhan Yesus pada saat mengajar juga diuji oleh orang Farisi dengan membandingkan apakah Ia sepaham dengan ajaran Musa tentang perceraian di kalangan bangsa Israel pada waktu itu. Tuhan Yesus memahami apa yang ada di pikiran orang Farisi. Mereka akan menjebak Dia dengan jawaban yang diberikan-Nya. Ujian, atau lebih tepatnya jebakan, tersebut tidak berhasil, karena Yesus malah bertanya kepada orang Farisi, “Apa perintah Musa kepada kamu?” (Mrk. 10: 3). Jawab mereka, “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai(Mrk. 10: 4). Kemudian Yesus berkata, “Karena kekerasan hatimulah Musa menuliskan perintah ini untuk kamu”(Mrk. 10:5).

Sesungguhnya Allah menciptakan dunia beserta isinya baik adanya. Demikian pula Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan agar mereka dapat bersatu menjadi pasangan yang akan melahirkan anak-anak. Mereka mendapat berkat dan tugas mulia untuk berkembang biak dan mengelola serta melestarikan dunia beserta isinya dengan baik. Dengan demikian bumi akan menjadi tempat kehidupan yang nyaman dan aman di mana penghuninya hidup dalam kasih persahabatan, saling asah, asih, dan asuh. Seperti dikatakan oleh penulis Sirakh: “Orang yang takut akan Tuhan memelihara persahabatan yang tulus, sebab seperti dia demikian juga temannya” (Sirakh 6 : 17)

Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, semua yang diciptakan Allah menjadi rusak, karena keserakahan manusia. Hubungan Allah dengan manusia pun terputus. Kondisi tersebut tampak juga dalam ikatan pernikahan yang sudah dipersatukan Tuhan. Karena keegoisannya, mereka yang sudah menikah (dipersatukan Tuhan), mau berpisah (cerai) karena alasan ketidak-cocokkan, atau perbedaan prinsip antara suami dan istri.

Pernikahan adalah rencana Allah, yang terwujud dalam persatuan laki-laki dan perempuan. Mereka hidup dalam suatu persekutuan dengan membentuk keluarga. Di situ mereka tidak terpisahkan, saling berbagi, saling mengisi, dan saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing seumur hidup. Pernikahan ini menjadi lambang hubungan Allah dan manusia yang telah diselamatkan dan diampuni dosanya. Sebaliknya, perceraian adalah pengkhianatan terhadap perjanjian dua pribadi di hadapan Allah. Perbuatan itu mencederai kesatuan yang berasal dari Allah. Perceraian tidak pernah diperkenankan oleh Allah, karena merupakan langkah fatal dari dan menunju perzinaan.

Pernikahan Kristen adalah ikatan yang kudus dan eksklusif. Pernikahan mempunyai makna yang dalam, yaitu pemulihan hubungan antara Allah dengan manusia yang sudah bertobat. Peneguhan hubungan tersebut dianugerahkan Allah kepada manusia, agar dipegang teguh dengan menghindari perceraian. “Karena, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Mrk. 10:9).  Siapa pun yang telah menerima anugerah keselamatan, bertobat, dan hidup kudus bagaikan mempelai wanita yang menantikan kedatangan mempelai laki-laki menjemputnya.

Marilah kita menyiapkan diri kita dengan perbuatan dan pikiran yang selalu terarah kepada Allah sehingga pada saat kedatangan Mempelai Laki-laki menjemput kita (mempelai wanita), kita ditemukan kudus dan berkenan pada-Nya.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *