Mata yang Melihat (2 Maret 2025)

Renungan dari bacaan: Sirakh 27: 4-7; Lukas 6:39-45
“Mengapa engkau melihat serpihan kayu di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui” (Lukas 6: 41)

Dalam hidup kita sehari-hari, sangat mudah untuk melihat kesalahan orang lain dan mengkritik mereka. Namun, seringkali kita lupa bahwa kita sendiri juga memiliki kekurangan yang perlu diperbaiki. Yesus mengajarkan kita untuk terlebih dahulu mengintrospeksi diri dan memperbaiki kesalahan kita sebelum menghakimi orang lain.

Bacaan dari Lukas 6:39-45, membawa kita pada sebuah permenungan yang mendalam tentang bagaimana kita melihat, baik diri sendiri maupun orang lain. Yesus menggunakan perumpamaan yang sangat jelas: orang buta menuntun orang buta, keduanya akan jatuh ke dalam lubang. Sebuah gambaran yang sangat kuat tentang bahaya ketidaktahuan dan kesombongan. Tak ada seorang pun yang dapat mengenal hati manusia sedalam-dalamnya dan sepenuhnya kecuali Tuhan. Bahkan, kita pun tidak dapat mengenali hati kita sendiri dengan sempurna. 

Kita semua pasti pernah melihat orang yang suka mengkritik orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain, namun lupa untuk melihat ke dalam diri sendiri. Mereka begitu pandai melihat “selumbar” di mata saudaranya, namun tidak menyadari ada “balok” besar di mata mereka sendiri. Contohnya, seorang pemimpin agama yang selalu berbicara tentang kebaikan dan kesucian, namun ternyata terlibat dalam skandal korupsi. Ia begitu pandai berkhotbah tentang moral, namun perilakunya sendiri jauh dari moralitas yang ia ajarkan. Inilah yang dimaksud dengan “orang buta menuntun orang buta”. Mereka tidak melihat kebenaran dalam diri sendiri, bagaimana mungkin mereka bisa menuntun orang lain?

Yesus mengingatkan kita, untuk tidak menjadi seperti orang buta tersebut. Ia mengajak kita untuk memiliki “mata yang melihat”, yaitu kemampuan untuk melihat diri sendiri dengan jujur, mengakui kelemahan dan dosa-dosa kita. Contohnya, seorang ibu yang selalu memarahi anaknya karena berbohong, padahal ia sendiri seringkali berbohong kepada suaminya. Ibu ini perlu bercermin dan melihat “balok” di matanya sendiri sebelum menghakimi “selumbar” di mata anaknya.

Untuk memiliki “mata yang melihat”, kita perlu melakukan proses pembersihan diri. Proses ini tidak mudah, butuh kerendahan hati dan keberanian untuk mengakui kesalahan. Contohnya, seorang suami yang selingkuh, ia mungkin merasa malu dan bersalah, namun ia tidak mau mengakui kesalahannya kepada istrinya. Ia terus menyalahkan keadaan, teman-temannya, atau bahkan istrinya sendiri. Padahal, untuk bisa bertobat dan berubah, ia harus berani melihat “balok” di matanya sendiri, yaitu ketidaksetiaannya.

Jika kita memiliki “mata yang melihat”, kita akan menjadi pribadi yang lebih baik. Kita tidak akan lagi menghakimi orang lain dengan mudah, namun lebih fokus untuk memperbaiki diri sendiri. Kita juga akan lebih berempati dan memahami orang lain, karena kita tahu bahwa setiap orang punya perjuangannya masing-masing. Contohnya, seorang guru yang memiliki “mata yang melihat”, ia tidak akan langsung menghukum muridnya yang nakal. Ia akan mencoba mencari tahu apa yang menjadi penyebab kenakalan muridnya tersebut. Mungkin murid itu sedang mempunyai masalah di rumah, atau mungkin ia butuh perhatian lebih. Dengan pendekatan yang penuh kasih sayang, guru tersebut bisa membantu muridnya untuk berubah menjadi lebih baik.

Renungan atas Lukas 6:39-45 mengajarkan kita pentingnya introspeksi dan kesadaran diri, sebelum mengkritik atau menghakimi orang lain. Dengan mengakui dan memperbaiki kesalahan kita sendiri, kita dapat menghindari kemunafikan dan kita dapat hidup dengan integritas dan moral yang lebih tinggi. Mengubah tutur kata dan perilaku tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sesungguhnya apa yang kita katakan dan lakukan dalam kehidupan kita mencerminkan apa yang ada di dalam hati kita. Kita bisa menjadi contoh, dan dapat memberikan keteladanan yang baik, bagi orang-orang yang ada di sekitar kita.

Dengan demikian, kita tidak hanya tumbuh secara pribadi, tetapi juga membantu orang lain untuk berkembang. Tuhan memberkati kita, dalam usaha kita untuk selalu memperbaiki diri dan hidup sesuai dengan ajaran-Nya. Mari kita mulai dari diri kita sendiri, membersihkan “balok” di mata kita, sebelum kita mencoba membersihkan “selumbar” di mata orang lain. Sehingga akhirnya, kita bisa menjadi berkat bagi sesama dan memancarkan kasih Kristus di dunia ini.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *