Bacaan: Kej. 15: 5-12.17-18; Luk. 9: 28b-36 “Lalu terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata, ‘Inilah Anak-Ku, pilihan-Ku, dengarkanlah Dia’” (Luk. 9: 35). |
Ketika melakukan jalan kaki pagi, saya yang sedang mengandung anak kedua, mendengar dengan jelas suara lelaki dari arah kiri belakang saya: “Bu, anak yang di perutmu itu meninggal”. Seketika saya menoleh ke belakang. Sepi, tidak ada siapa pun. Entah mengapa saya waktu itu langsung melintasi jalanan yang padat, menuju ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan. Hasil medis jantung anak saya tidak terdeteksi.
Dokter menyarankan agar segera diambil tindakan. Namun, saya menolak dan meminta waktu untuk diperiksa ulang beberapa jam lagi sembari saya mengatur hati untuk memutuskan apa yang akan saya buat. Selama menunggu waktu yang ditentukan tiba, saya berdoa mohon ampun karena hal ini berarti saya tidak bisa menjaga apa yang Tuhan titipkan kepada saya, padahal selama ini saya rutin kontrol dokter, makan sehat, olah raga, bersih alkohol, tidak pernah mengalami kecelakaan, tidak sakit yang aneh-aneh yang mengharuskan konsumsi obat-obatan dosis tinggi.
Akhirnya saya sampai pada suatu titik di mana saya merasa tenang, berserah menerima kenyataan ini. Saya berdoa lagi, bersyukur atas semua yang telah terjadi. Saya mengakhiri doa itu dengan satu permohonan bahwa jika Tuhan berkenan saya ingin merawat dan mendidik anak ini dengan baik. Waktu yang ditentukan tiba, saya tetap belum memberikan keputusan. Pemeriksaan ulang tetap dilaksanakan, USG dilakukan, dan di layar dengan jelas saya melihat masih ada anak saya di situ, di sini di rahim saya, lengkap dengan bunyi detak jantungnya. Tuhan mengabulkan doa saya. Yesus memberitahukan kepada para murid-Nya bahwa Ia harus menanggung banyak penderitaan, akan dibunuh, dan dibangkitkan pada hari ke-tiga. Ia akan datang dalam kemuliaan dan beberapa murid-Nya akan melihat Dia selama mereka masih hidup.
Yesus sendiri membawa beberapa murid-Nya ke gunung, tempat istimewa bagi Yesus untuk berjumpa dengan Bapa (ay. 28). Pada saat berdoa itu terjadi peristiwa pewahyuan: wajah Yesus berubah menjadi lain dan pakaian-Nya berubah menjadi putih berkilauan, menampilkan Yesus sebagai tokoh surgawi. Tampak juga Musa dan Elia berbicara dengan Dia dalam kemuliaan. Penginjil Lukas mencantumkan isi percakapan mereka, kepergian Yesus yang harus digenapi di Yerusalem.
Petrus, Yohanes, dan Yakobus tidak mengerti tujuan penampakan Yesus yang mulia bersama Musa dan Elia, karena mereka tertidur. Para murid menjadi takut ketika awan menaungi mereka, dan dalam awan itu murid-murid menerima penyataan tentang siapa Yesus dan bagaimana Yesus harus disambut (ay.35). Dalam Alkitab, awan adalah sarana untuk menyatakan Allah yang hadir. Suara dari dalam awan adalah suara Bapa sendiri, suara Allah yang hadir secara terselubung. Ia menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah dan pilihan-Nya (Luk. 9:35).
Murid-murid harus mendengarkan Dia, mendengarkan pengajaran-Nya dan nubuat tentang Dia, terutama tentang penderitaan, pembunuhan, dan kebangkitan-Nya (Luk. 9: 22), yang sulit dipahami oleh murid-murid-Nya. Perintah “dengarkanlah Dia” (Luk. 9:35) mengacu kepada pesan Musa yang meminta Israel untuk mendengarkan seorang nabi seperti dia yang akan dibangkitkan dari antara orang-orang Israel (Ul. 18:15). Kini menjadi jelas bahwa nabi itu sudah datang dalam diri Yesus.
Seperti yang diperintahkan oleh Musa dan terutama oleh Bapa, marilah kita belajar mendengarkan Dia, menjadi pelaku firman yang baik, taat dan setia pada firman-Nya, meskipun harus menghadapi penderitaan. Yesus telah terlebih dahulu memberikan contoh kesetiaan. Saatnya kini kita mengikuti teladan-Nya
Dorothea Nur Kartika Rini
Penulis

