IRI HATI, DENGKI, DAN DENDAM. (4 April 2025)

Renungan dari Bacaan Kebijaksanaan Salomo 2:1a.12-22 dan Yohanes 7:1-2.10.25-30
 “Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, Allah akan menolongnya dan melepaskan dia dari tangan para lawannya” (Keb. 2:18).

Setiap orang tentu memiliki keinginan untuk menjadi orang hebat dan berhasil. Pencapaian prestasi yang diraih dapat membuatnya memperoleh nilai dan value yang tinggi dalam hidupnya. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut mereka saling berkompetisi satu sama lain. Tentu saja hal demikian tidak salah selama dilakukan secara sehat. Namun, tidak jarang dalam persaingan tersebut muncul rasa iri hati, dengki, dan dendam di antara mereka yang saling berkompetisi tersebut.

Perasaan yang demikian tidak jarang membuat orang tega memfitnah dan memutarbalikkan fakta untuk menyingkirkan orang lain yang dianggap sebagai saingan. Mereka juga sering memanfaatkan uang, jabatan, kekuasaan, kekuatan, dan bekingan orang-orang yang berada dalam lingkaran pertemanannya untuk merealisasikan keinginan jahatnya tersebut.

Seringkali mereka merasa iri hati, dengki, dan dendam karena orang yang dianggap saingan tersebut berani berbeda dari mereka. Orang seperti ini bekerja dengan penuh kesungguhan dan dedikasi tinggi. Mereka banyak melakukan inovasi dan terobosan, loyal dan taat pada atasan, disiplin dan patuh pada aturan serta jujur. Mereka juga tidak pernah korupsi dan menerima suap sehingga dipromosikan oleh atasannya untuk naik jabatan. Sebaliknya, mereka yang iri hati, dengki, dan dendam kepada orang tersebut justru sering bekerja seenaknya, suka menjilat, kongkalikong, main politik dan kasar-kasar halus dengan bekingannya, serta melakukan praktik-praktik KKN, percaloan, dan menerima suap. Mereka berusaha dengan segala cara untuk menyingkirkan orang yang tidak disukai dan dianggap saingan tersebut. Orang-orang yang demikian serupa dengan orang fasik.

Apakah kita semua akan mengikuti orang-orang yang demikian untuk memperoleh kemudahan dalam karir dan pekerjaan kita? Tentu saja tidak. Kita harus percaya Tuhan mengajak kita melihat semua itu sebagai didikan untuk menjadi pribadi yang berani berbeda dari yang lain. Mari kita senantiasa mawas diri dan menjauhkan diri kita dari sifat iri hati, dengki, dan dendam.

Bacaan pertama dari Kitab Kebijaksanaan memberikan gambaran yang jelas akan hal ini. Orang-orang baik mengalami banyak kesulitan. Rencana jahat untuk menghancurkan mereka disiapkan oleh orang-orang fasik. “Marilah kita mengadang orang yang benar, sebab ia menjadi gangguan bagi kita dan menentang tindakan kita. Ia mempersalahkan kita karena melanggar hukum dan menuduh kita karena bertindak mengabaikan pendidikan kita” (Keb. 2:12).

Akan tetapi, sesungguhnya Tuhan dekat pada orang-orang baik. Ia peduli dengan mereka. Ia menjadi tumpuan dan harapan bagi mereka. “Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, Allah akan menolongnya dan melepaskan dia dari tangan para lawannya” (Keb. 2:18).

Sementara orang-orang fasik tampaknya sulit untuk bertobat. Mereka sudah menjadi buta. Mereka tidak bisa dan tidak mau melihat kesaksian dari orang baik dan benar. “Demikianlah mereka berpikir, tetapi mereka sesat, karena telah dibutakan oleh kejahatan mereka. Mereka tidak mengetahui rahasia-rahasia Allah, tidak mengharapkan ganjaran atas kesucian, dan tidak mengakui penghargaan bagi jiwa yang tak bercela” (Keb. 2:21-22).

Yesus sendiri juga menjadi sasaran kebencian orang-orang Yahudi. “Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya” (Yoh. 7:1). Orang yang pernah melihat Yesus melakukan berbagai mukjizat, mendengarkan pengajaran-Nya, dan bahkan mungkin mengalami mukjizat Yesus ternyata tidak serta-merta mengenal Yesus. Sebab, pengenalan akan Yesus mengandaikan kesiapsediaan untuk diubah oleh apa yang dikenal. Hidup kita berubah sebagai tanda kita mengenal Yesus. Mengenal Yesus bukan hanya sebagai pengetahuan intelektual, melainkan juga meresapi ajaran-Nya dan tekun melaksanakannya. Janji Tuhan inilah yang membuat kita mampu menjauhi sikap iri hati, dengki, dan dendam terhadap sesama. Kita dibuat menjadi pribadi yang berani berbeda dengan yang lain dan tidak terpengaruh oleh keburukan orang lain.

Kiranya Tuhan senantiasa memampukan kita untuk tetap melakukan yang terbaik sesuai dengan kapasitas kita sekalipun orang lain membenci dan memusuhi kita.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *