Renungan dari Bacaan Kis. 2:36-41 dan Yoh. 20:11-18 “Aku telah melihat Tuhan” (Yoh. 20:18) |
Bacaan Injil hari ini adalah bagian dari kisah Yesus menampakkan diri kepada Maria Magdalena. Maria Magdalena men?angis di depan kubur Yesus. Ia merasa sedih karena ia menyangka jenazah Yesus telah diambil orang. Bahkan ia sempat tidak menyadari kalau orang yang menyapanya adalah Yesus sendiri. Namun, setelah Yesus memanggil namanya, kesedihan Maria Magdalena berubah menjadi sukacita karena ia telah mengalami kehadiran Tuhan secara nyata dalam hidupnya. Ia berkata, “Aku telah melihat Tuhan” (Yoh. 20:18)
Ayat ini memperlihatkan Maria Magdalena yang awalnya sempat goyah dan mengalami kegoncangan iman setelah wafatnya Yesus, namun iman dan harapannya bangkit kembali setelah melihat Yesus di dekat kubur-Nya.
Saat merenungkan ayat ini, Tuhan menyadarkan saya akan pengalaman saya dalam tugas dan pengabdian saya sebagai seorang dosen yang melakukan penelitian lapangan bersama mahasiswa, selain mengajar di kelas. Saya pernah melakukan penelitian lapangan bersama mahasiswa/i saya tentang berbagai masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Tentu saja dengan topik yang beraneka ragam dan berbeda satu sama lain, bergantung pada mata kuliah yang saya ajar tersebut.
Akan tetapi, penelitian yang saya lakukan tersebut tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya saya dihadapkan pada situasi yang membuat saya marah. Salah satunya ketika ada orang atau pihak yang awalnya sudah paham terkait pertanyaan yang sifatnya tambahan untuk penelitian dan penulisan ilmiah saya karena sebelumnya sudah saya jelaskan sejak awal, namun kemudian ketika saya menanyakan kepada mereka pertanyaan yang sifatnya tambahan tadi, yang ada mereka justru malah salah paham, bahkan gagal paham dengan pertanyaan saya tersebut. Mereka malah mempertanyakan balik maksud dan tujuan pertanyaan saya, mencari-cari alasan untuk tidak menjawab pertanyaan saya, menuduh saya berniat tidak baik dengan saya mengajukan pertanyaan yang privasi/tidak pantas/tidak penting untuk dijawab, dan hanya memberikan jawaban tersamar atas pertanyaan yang sifatnya tambahan ini.
Hal ini kadang membuat saya lepas kontrol, marah, dan balas menyerang, mengkritik balik, serta menyalahkan mereka. Saya menyadari bahwa apa yang saya lakukan salah. Apa yang saya lakukan malah membuat mereka menjadi takut dan mundur/tidak mau lagi membantu memberikan informasi yang dibutuhkan untuk penelitian dan penulisan ilmiah saya. Ini jadi kerugian besar buat saya.
Saya belajar bahwa saya harus lebih sabar dalam menghadapi kesalahpahaman yang timbul dalam banyak hal terkait penelitian saya. Saya harus bisa menerima dan menghargai pemikiran orang dan/atau pihak lain yang tidak sejalan dengan pemikiran saya. Memang tidak gampang, tapi saya tidak akan menyerah dan tetap berusaha melakukannya. Saya masih jauh dari sempurna dalam hal ini.
Lewat pengalaman ini saya sadar bahwa saya perlu meneladani sikap iman Maria Magdalena. Sekalipun banyak tantangan, hambatan, dan kesulitan yang saya alami dalam penelitian yang saya lakukan, saya tidak boleh putus asa, kecewa, dan marah, apalagi sampai menyalahkan orang lain. Saya harus tetap berdoa dan berserah pada Tuhan. Karena, Tuhan pasti buka jalan dan tuntun saya untuk bertemu narasumber yang tidak masalah untuk diwawancara terkait penelitian yang saya lakukan.
Pesan Tuhan hari ini sungguh menguatkan dan meneguhkan saya dan kita semua untuk tidak putus asa ketika masalah dan ujian datang silih berganti dalam hidup kita, sehingga kita semua akan melihat Tuhan bekerja luar biasa dalam hidup kita. Percaya akan janji-Nya yang indah untuk kita. “Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita” (Kis 2:39).
Mari kita sama-sama berusaha untuk meneladani sikap Maria Magdalena hingga akhirnya kita boleh mengalami Kasih Tuhan yang sungguh nyata dan memampukan kita mengatasi setiap masalah dan kesulitan dalam hidup kita.
Penulis

