Allah memperhatikan kerendahan hamba-Nya (31 Mei 2025)

Renungan Dari Bacaan Zefanya 3:14-18a dan Lukas 1:39-56
Lalu kata Maria: Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya (Luk. 1:46-48a).

Dalam budaya Ibrani nama seseorang bisa berarti sebuah harapan atau doa, atau bisa juga menggambarkan keadaannya ketika dilahirkan. Misalnya Rahel memberi nama Yusuf (yang artinya semoga Dia menambahkan) pada anak pertamanya karena Rahel berharap bisa memiliki anak lagi (Kej. 30:24). Rahel memberi nama Ben-Oni (yang artinya anak kesusahan) kepada anaknya yang kedua, karena ia melahirkannya dengan amat susah payah. Dalam kamus Ibrani, nama Maria berarti pahit, memberontak, atau tidak taat. Meski Alkitab tidak mencatat alasan mengapa orang tua Maria menamainya demikian, namun tentu ada alasan yang kurang lebih sama dengan tradisi penamaan orang Yahudi.

Nama Maria pada saat itu adalah nama yang sangat umum. Kitab Injil mencatat ada beberapa nama Maria yang berbeda. Sangat mungkin nama Maria yang berarti “pahit, memberontak, atau tidak taat”, menjadi populer digunakan sebagai nama anak yang lahir di masa itu, karena situasi bangsa Yahudi yang tertindas pada saat itu. Mereka tidak memiliki kedaulatan, tunduk di bawah kekuasaan Romawi, dan yang menjadi raja mereka pada saat itu adalah seorang raja boneka keturunan bangsa Edom yang sakit jiwa, kejam, dan paranoid. Jadi bangsa Yahudi dalam keadaan yang pahit, dan mereka merindukan kelepasan atau ingin memberontak dari keadaan itu.

            Namun, Maria yang lahir dalam keadaan demikian tidak menjadi pahit. Dia juga bukan seorang yang suka memberontak, sebaliknya situasi kehidupan yang sulit dan pahit justru membuatnya mendekat kepada Allah. Maria tidak takut ketika malaikat Tuhan datang kepadanya, berbeda dengan Imam Zakharia yang ketakutan ketika melihat malaikat Tuhan (Luk. 1:12). Maria bukan seorang imam di Yerusalem seperti Zakharia, bukan juga seorang ahli Taurat yang fasih Kitab Suci. Dia hanya seorang gadis muda yang sederhana yang hidup di sebuah desa. Namun, ketekunannya mencari Allah membuat hal yang supranatural menjadi natural. Kkarena itu, perjumpaan dengan malaikat tidak membuat dia takut. Perjumpaannya dengan malaikat dan tugas kepercayaan yang diberikan adalah sebuah ganjaran dari kerendahhatiannya, hormatnya, kehausan dan ketekunannya mencari perkenanan Allah selama ini. Allah memperhatikan Maria (Luk. 1:46-48a).

            Berkaca dari kisah Maria ibu Yesus; apakah kita sedang dalam situasi kehidupan yang begitu sulit? Ekonomi yang pas-pasan, kesehatan yang merosot, persoalan rumah tangga yang berlarut-larut, atau bisnis yang kita bangun hampir ambruk. Adakah seseorang yang menindas atau mengancam kita, seseorang yang memfitnah atau memburukkan nama kita. Situasi apa pun yang sedang kita hadapi saat ini, pilihan ada di tangan kita. Apakah kita mau hanyut dengan keadaan dan menjadi tawar hati bahkan menjadi pahit, serta mempertanyakan keadilan dan kesetiaan Allah. Ataukah sebaliknya, kita menjadi seperti Maria: Kesulitan hidup membuat kita tidak lagi mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini, tetapi mengharapkan Kerajaan Allah segera dinyatakan. Pilihan ada di tangan kita, apakah kita mau menjadi pahit, marah, memberontak, dan kecewa karena keadaan tidak seperti yang kita harapkan. Ataukah kita dapat belajar seperti Maria yang rendah hati, tetap tekun dan setia. Ia percaya bahwa Allah pasti memperhatikan setiap orang yang berkenan kepada-Nya. Uluran tangan perkenanan Allah pasti akan datang bagi setiap hamba-Nya yang setia, dan sukacita abadi akan kita nikmati dalam pelukan kasih-Nya.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *