Gembalakanlah Domba-domba-Ku(6 Mei 2025)

Renungan dari Bacaan Kis 25 : 13 – 21 dan Yohanes 21 : 15 – 19
“Benar, Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau”. (Yoh. 21:15b).

Dikhianati memang selalu menyakitkan, apalagi dikhianati oleh orang yang paling dekat dengan kita dan yang paling kita percaya. Sakitnya seperti diiris-iris sembilu atau tertancap pedang di hulu hati. Sulit membayangkan perasaan Yesus ketika Petrus, murid kepercayaan-Nya, menyangkal Dia. Petrus telah berkata kepada-Nya, “Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu! (Yoh. 13:37). Namun, belum genap satu hari, Petrus sudah menolak mengakui Yesus sebagai murid-Nya, bahkan bukan hanya satu kali melainkan tiga kali. Ketiga-tiganya ia lakukan di depan api arang (Yoh. 18:17-18.25.27). Di depan kehangatan api arang dengan dingin Petrus berkata, “bukan”, ketika orang-orang menanyakan kepadanya , “Apakah engkau juga murid-Nya”. 

Hari-hari kelam telah berlalu, kesedihan telah berubah menjadi sukacita berkat kebangkitan Yesus dari maut. Harapan pun makin berbunga-bunga ketika Yesus menampakkan diri kepada para murid dan memberi mereka tugas perutusan (Yoh. 20:21). Pada suatu hari, tujuh murid berkumpul di pantai Danau Tiberias, dan Petrus berinisiatif mangajak mereka menangkap ikan (Yoh. 21:2-3). Namun, hingga siang hari mereka tidak dapat menangkap apa-apa. Di dalam kegagalan dan kekecewaan itu, Kristus kembali hadir di tengah-tengah mereka dalam kuasa kebangkitan-Nya. Ia bukan hanya membuat mereka mampu menangkap seratus lima puluh tiga ekor ikan, melainkan mengajak mereka bernostalgia: makan bersama.

Sesudah sarapan, terjadilah kejutan besar bagi Simon Petrus.  Di hadapan api arang, tiga kali Yesus bertanya kepadanya, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?” (Yoh. 21:15.16.17). Sudah dengan tegas ia menjawab, “Benar, Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau”. (Yoh. 21:15b). Namun, mengapa Yesus terus mengulang pertanyaan serupa?  Tiga kali pertanyaan yang sama dan ketiganya di depan api arang. Mau tidak mau Petrus diingatkan pada penyangkalan yang telah diucapkannya di depan api arang sebanyak tiga kali. Ia ingin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya untuk menyembunyikan rasa malu. Namun, Yesus sama sekali tidak bermaksud mempermalukan dia.  Sebaliknya Ia memberikan kepercayaan besar kepada Petrus: “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yoh. 21:16).

Yesus mengenal siapa Petrus, bahwa ia orang jujur dan tulus, serta mencintai Yesus dengan segenap hatinya. Penyangkalan yang dia lakukan hanyalah riak-riak kecil dalam hidupnya yang dipicu oleh rasa takut. Dia bukan saja mengampuni penyangkalan Petrus melainkan membalasnya juga dengan kepercayaan besar: Menjadi gembala domba-domba-Nya. 

Melalui dialog ini Petrus disadarkan bahwa ia dipilih menjadi gembala, bukan karena ia orang yang sempurna, seorang ahli manajemen, melainkan karena ia mencintai Yesus lebih dari murid-murid lainnya. Selain itu dalam memelihara dan menggembalakan domba-domba, ia harus selalu sadar bahwa domba-domba itu milik Kristus, bukan miliknya, yang dapat ia perlakukan sesuka hatinya, yang bisa ia sembelih atau jual untuk kepentingannya sendiri. Sebaliknya domba-domba itu harus ia pelihara dengan penuh cinta, bahkan dengan siap menyerahkan nyawanya bagi domba-domba itu. seperti Sang Gembala Agung,

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *