Menyombongkan Diri atau Overthinking? ( 21 Juni 2025)

Renungan dari Bacaan 2 Kor 12:1-10 dan Matius 6: 24 – 34.
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Matius 6:33

Setiap orang pasti pernah menyombongkan diri, entah itu soal penampilan, kepintaran, jabatan, atau pengalaman rohani. Bahkan Rasul Paulus pun sempat bergumul dengan dorongan untuk menyombongkan diri atas pengalaman rohaninya yang luar biasa. Namun, ia memilih merendahkan diri dan menyadari bahwa justru dalam kelemahanlah kuasa Tuhan nyata. Ia berkata, “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2 Kor 12:10). Sebuah pelajaran penting bahwa iman sejati tidak dibuktikan dengan kesombongan, melainkan dengan kerendahan hati dan kebergantungan pada Tuhan.

Yesus dalam Injil Matius 6:24–34 mengajak kita untuk memilih dengan jelas: mengandalkan Allah atau mamon. Mamon bukan hanya berarti uang, tapi juga segala hal duniawi yang sering kali menjadi pusat hidup kita gengsi, kekuasaan, pencitraan, dan rasa aman palsu. Kita tidak bisa mengabdi kepada dua tuan. Jika kita terus dikuasai oleh kekhawatiran, overthinking, dan kecemasan akan hari esok, maka mungkin kita sedang mengandalkan mamon, bukan Allah.

Kekhawatiran memang sangat nyata di zaman sekarang. Banyak orang bahkan harus menguras tabungan untuk bisa makan. Di satu sisi, kemiskinan dan stunting masih nyata terlihat di tengah masyarakat. Di sisi lain, kemewahan dan kesombongan juga dipertontonkan tanpa empati. Di tengah kontras ini, Injil hari ini menjadi undangan untuk kembali percaya dan mengandalkan penyelenggaraan Allah. Burung di udara dan bunga di ladang pun dipelihara oleh Bapa, apalagi kita, anak-anak-Nya.

Renungan ini menantang kita: Apakah kita berani mempercayakan hidup kepada Allah, bukan pada mamon? Apakah kita mau menjadi tangan-tangan Allah yang nyata bagi sesama, terutama bagi anak-anak yang membutuhkan? Bukan hanya percaya dalam doa, tetapi juga dalam tindakan nyata yakni dengan berbagi, peduli, dan melayani.

Hari ini, mari kita belajar rendah hati seperti Yesus, percaya seperti burung di udara, dan peduli seperti Bapa yang mengasihi semua ciptaan-Nya. Di tengah zaman yang penuh ketidakpastian ini, hanya dengan mengandalkan Allah, kita menemukan damai sejati.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *