Renungan hari ini dari bacaan Kolose 1:15–20; Lukas 5:33–39. “Demikian juga tidak seorang pun menuang anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang lama, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyak kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Namun, anggur yang baru harus dituang ke dalam kantong yang baru pula.” (Lukas 5:37-38). |
Kejatuhan manusia ke dalam dosa berawal dari ketidakpatuhan terhadap perintah Allah. Manusia, yang digoda oleh keinginan untuk menjadi seperti Allah, ingin berkuasa dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Pilihan ini mendukakan hati Allah, karena rencana-Nya semula adalah agar manusia hidup damai sejahtera bersama-Nya di Taman Firdaus.
Dosa juga memutus relasi yang intim antara manusia dan Allah. Manusia tidak lagi bebas bertemu dengan Allah secara pribadi. Untuk dapat beribadah kepada-Nya, manusia harus mempersembahkan kurban, termasuk menyembelih ternak sebagai simbol pengampunan dosa.
Sebagai akibat dosa, hidup manusia pun dipenuhi dengan kesengsaraan, seperti perjuangan keras untuk mencari nafkah atau rasa sakit yang dialami seorang ibu saat melahirkan. Kesengsaraan ini terjadi karena manusia telah menjauh dari Allah, Sang Sumber damai sejahtera sejati.
Namun, Allah Maha Kasih dan Maha Adil. Di tengah hukuman atas dosa, Dia menyediakan Juru Selamat, yaitu Yesus Kristus. Melalui pengorbanan darah-Nya di kayu salib, Ia memulihkan kembali relasi yang terputus antara manusia dengan Allah (Kolose 1:20). Yesus Kristus adalah Sang Pembaharu yang datang untuk memperbarui seluruh dunia.
Di dunia ini, berbagai bentuk kejahatan semakin merajalela: pembunuhan, kerusuhan, peperangan, penyalahgunaan hukum, penindasan, dan ketidakadilan. Ketika semua kondisi ini terasa tidak terkendali dan kejahatan seperti benang kusut yang sulit diurai, manusia menjadi putus asa. Pembaruan yang menyeluruh seolah hanya impian belaka. Muncul pertanyaan-pertanyaan: dari mana kita harus memulai, bagaimana melaksanakannya, dan siapa yang dapat menjadi pelopornya?
Yesus Kristus, Sang Pembaru Kehidupan, adalah jawaban atas semua pertanyaan tersebut. Akan tetapi, ajaran-Nya pada masa itu seolah bertentangan dengan ajaran kaum Farisi dan pemimpin agama lain. Mereka sangat menekankan ritual dan kepatuhan mutlak terhadap Hukum Taurat. Padahal, tidak ada seorang pun yang mampu menaati Hukum Taurat dengan sempurna. Hal ini justru menyebabkan banyak orang dihukum karena melanggar satu ketentuan saja. Sesungguhnya, tidak ada yang dapat memperoleh pengampunan dosa melalui usahanya sendiri dalam menjalankan Hukum Taurat.
Sebaliknya, Yesus Kristus mengajarkan tentang kasih—kasih terhadap sesama dan kasih kepada Allah. Injil Yesus Kristus bagaikan anggur baru yang tidak cocok dituangkan ke dalam kirbat keagamaan yang sudah usang. Orang yang telah diampuni dosanya dan hidup dalam persekutuan dengan Allah akan senantiasa dipenuhi sukacita. Sukacita seharusnya menjadi ciri utama hidup orang Kristen, sebab sukacita ini lahir dari pengampunan dan persekutuan dengan Allah, di mana kita menghidupi iman, pengharapan, dan kasih (1 Korintus 13:13).
Demikianlah, Yesus Kristus mengajar kita yang percaya kepada-Nya untuk terus menghidupi iman, harapan, dan kasih, serta selalu bersandar pada-Nya, memohon kekuatan, hikmat, dan tuntunan-Nya.
Penulis

