Menatap Salib Tanpa Henti, Demi Meraih Hidup Sejati ( 14 September 2025 )

Renungan hari ini dari bacaan : Bilangan 21:4-9; Yohanes 3:13-17. Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:14-15)

Di Mesir bangsa Israel berseru-seru memohon agar Allah menyelamatkan mereka dari perbudakan dan penindasan Firaun. Allah mendengar seruan mereka, lalu membebaskan dan memimpin mereka berjalan menuju tanah yang dijanjikan. Dalam perjalanan yang panjang dari Mesir ke Kanaan, mereka sering mengalami kesulitan dan rintangan; kekurangan makanan, ketiadaan air, harus mengahadapi musuh, dll. Namun, Allah setia menyertai mereka dan selalu menolong dan memberi jalan keluar. Bangsa itu tidak sabar dengan segala proses yang harus mereka lalui, lalu gusar. Mereka lupa bahwa dulu merekalah yang memohon agar dibebaskan. Mereka seolah tidak ingat akan segala pertolongan dan perlindungan Allah dalam perjalanan itu, sehingga mereka ingin kembali ke Mesir. Maka Allah menghukum orang-orang yang durhaka itu dengan ular berbisa. Ketika pukulan itu datang, mereka menyesal dan bertobat. Allah pun memberi jalan keluar: mereka yang dipagut ular berbisa, bisa selamat asalkan memandang kepada ular tembaga.

Kisah ini bukan sekadar catatan sejarah bangsa Israel, melainkan juga gambaran kehidupan manusia di dunia yang sudah jatuh dalam dosa ini, serta keselamatan yang Allah sediakan. Perjalanan bangsa Israel di padang gurun ibarat kehidupan manusia di dunia ini: penuh tantangan, pergumulan, dan ujian iman. Semuanya itu Allah izinkan terjadi untuk mendewasakan kita. Segala cobaan dalam kehidupan bila disikapi dengan bijaksana dan hati yang mengasihi Allah, dapat membentuk karakter kita menjadi manusia yang lebih baik, lebih sabar, lebih murah hati, dan mematikan sifat-sifat buruk dalam hidup kita. Sebaliknya, bila segala ujian kehidupan disikapi dengan kemarahan dan kekecewaan, akan membuat kita semakin jauh dari Allah dan binasa. Sering kali sebagai manusia kita marah karena Allah tidak membuat situasi hidup kita menjadi mudah dan nyaman. Kita mempertanyakan kebijaksanaan-Nya, bahkan menuduh Allah tidak peduli terhadap umat-Nya. Sikap yang kurang ajar akan semakin membuat kita jauh dari Allah, berjalan dengan pengertian kita sendiri dan akhirnya binasa.

Allah sangat mengasihi bangsa Israel. Meskipun berulang kali menyakiti hati-Nya, mereka tetap ditolong. Mereka yang dipagut ular akan terselamatkan, jika memandang kepada ular tembaga. Seperti Allah sabar terhadap bangsa Israel demikian juga Allah sabar terhadap kita. Ia “meninggikan” Yesus di atas kayu salib, lambang kehinaan, agar siapa pun yang memandang Dia yang mati di salib, akan hidup.

Bayangkan orang Israel yang dipagut ular, sedang kesakitan dan sekarat, serta mungkin sudah tidak bisa berjalan. Namun, mereka harus berusaha untuk dapat melihat ular tembaga itu. Demikian juga kita saat ini, kita harus memandang kepada salib-Nya. Mungkin kita sudah berkali-kali jatuh dalam dosa, dan rasanya ingin menyerah. Ketika dosa, rasa bersalah, atau masalah hidup berusaha memagut kita, arahkan kembali mata iman kita kepada Yesus. Pandanglah kepada Yesus yang disalib, sumber pengampunan kita, kepada Dia yang taat sampai mati, dan telah menang atas dosa. Ia memberikan teladan dan akan memberi kekuatan kepada kita untuk meneladani-Nya: memikul salib dan mati bagi dosa, asalkan mata hati kita terus tertuju kepada-Nya.

Atau mungkin ada di antara kita yang merasa lelah dengan segala persoalan hidupnya, dan merasa Allah tidak adil karena tidak menolongnya, lalu kecewa. Jangan fokus pada masalah, percayalah kepada pengaturan dan kebijaksanaan-Nya. Jika Anak-Nya yang tunggal saja Allah berikan bagi kita apalagi yang lain. Ia pasti akan menolong kita dan memberikan jalan keluar.

            Memandang kepada Kristus yang tersalib bukanlah sebuah peristiwa yang terjadi satu kali, melainkan sebuah sikap hidup yang aktif dan terus menerus. Sama seperti orang Israel yang sekarat dan harus melihat kepada ular tembaga untuk memperoleh kesembuhan, demikian pula kita. Kita harus terus mengarahkan pandangan iman kita kepada Kristus dalam segala situasi, terutama untuk mencapai hidup sejati.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *