Renungan hari ini dari bacaan Barukh 1:2-3; 2:2-4; Lukas 10:17–24. “Janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu terdaftar di surga” (Luk. 10:20). |
Dalam bacaan pertama, Kitab Barukh menyingkapkan sikap bangsa Israel yang penuh penyesalan. Mereka mengakui bahwa hidup mereka penuh penderitaan karena telah melupakan Allah dan tidak setia pada perintah-Nya. Mereka berkata bahwa semua bencana menimpa karena hati yang keras, karena menutup telinga terhadap suara Tuhan. Namun, di balik penyesalan itu, ada secercah harapan: mereka kembali berseru kepada Allah, memohon belas kasih-Nya, dan belajar dari pengalaman pahit bahwa hanya Allah satu-satunya sumber keselamatan.
Sikap ini sangat kontras dengan bacaan Injil Lukas. Para murid Yesus kembali dari perutusan dengan penuh sukacita karena berhasil melakukan hal-hal besar: roh jahat tunduk, orang sakit disembuhkan, dan kuasa Allah nyata. Namun, Yesus mengingatkan mereka agar tidak berhenti pada rasa bangga atas kuasa atau keberhasilan. Sukacita yang sejati, kata Yesus, bukanlah karena roh-roh takluk, melainkan karena nama mereka tertulis di surga. Sukacita terbesar lahir dari kasih Allah yang menyelamatkan, bukan dari prestasi kita sendiri.
Kedua bacaan ini saling melengkapi. Kitab Barukh menunjukkan akibat dari kesombongan: bangsa yang menolak Allah akhirnya hancur dan menderita. Injil Lukas mengingatkan bahwa bahkan dalam pelayanan, kita bisa jatuh pada bahaya yang sama, yakni merasa diri hebat karena keberhasilan. Yesus mengarahkan kita kembali: semua keberhasilan hanyalah sarana, bukan tujuan. Tujuan akhir adalah keselamatan, relasi mesra dengan Allah, dan hidup dalam kasih-Nya.
Yesus juga bersukacita dalam Roh Kudus karena Bapa menyatakan rahasia Kerajaan kepada “orang kecil”, mereka yang rendah hati, sederhana, dan terbuka. Inilah kontras dengan Israel yang keras hati dalam kitab Barukh. Jadi, jalan menuju sukacita sejati selalu melewati dua hal: pertobatandan kerendahan hati.
Saudara-saudari, hidup kita sering kali serupa dengan kisah umat dalam Barukh. Kita mudah lupa akan Allah, mengejar kuasa, kesuksesan, atau pengakuan. Bahkan dalam pelayanan Gereja pun, ada godaan untuk lebih bangga pada hasil karya daripada pada anugerah Allah. Bacaan Injil hari ini menegur kita dengan lembut: jangan terjebak pada pujian atau keberhasilan, tetapi syukuri anugerah keselamatan yang jauh lebih besar.
Yesus menutup dengan kata-kata yang indah: “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat.” Para murid berbahagia karena mereka menyaksikan kehadiran Allah dalam diri Yesus, sesuatu yang dirindukan para nabi dan raja tetapi tidak sempat mereka alami. Demikian pula kita, sungguh berbahagia karena lewat sakramen, sabda, dan persekutuan Gereja, kita dapat merasakan kehadiran Allah yang dekat, yang menyelamatkan, dan yang menuliskan nama kita di surga.
Marilah kita belajar untuk selalu rendah hati dan sederhana, agar hati kita siap menerima rahasia Kerajaan Allah. Mari kita jadikan pertobatan sebagai jalan harian, supaya sukacita sejati tumbuh dalam hidup kita. Janganlah kita hanya mencari keberhasilan duniawi, tetapi bersyukurlah karena nama kita telah ditulis di surga. Dalam setiap pelayanan, marilah kita tidak mencari kebanggaan diri, melainkan mengarahkan segala karya bagi kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa. Dengan demikian, sukacita kita akan selalu lahir dari kasih Allah yang setia, bukan dari kuasa atau prestasi yang fana.
Penulis


satu Respon
**mindvault**
mindvault is a premium cognitive support formula created for adults 45+. It’s thoughtfully designed to help maintain clear thinking