
Mengapa Kisah Sengsara dan Kebangkitan Yesus Begitu Penting bagi Umat Kristen?
Bagi umat Kristen, sengsara dan kebangkitan Yesus bukan sekadar kisah yang diulang setiap tahun dalam liturgi Paskah. Ini adalah inti dari iman, jantung dari seluruh ajaran Kristen (Ke-Allah-an Kristus dinyatakan terutama dalam kebangkitan-Nya, Roma 1 : 4).
Tanpa kebangkitan, sebagaimana yang ditegaskan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, maka sia-sialah seluruh kepercayaan, dan umat masih terbelenggu dalam dosa (1 Korintus 15 : 17). Namun, seiring waktu, makna mendalam dari kebangkitan ini sering kali dilupakan atau diterima begitu saja tanpa pertanyaan.
Di era modern, banyak orang mulai mempertanyakan validitas kebangkitan Yesus. Ada yang menamai dirinya “Kristen Progresif” yang dalam segi penghayatan iman akan menawarkan perspektif yang lebih inklusif dan terbuka terhadap perubahan dalam masyarakat modern. Menurut mereka (Kristen Progresif) kematian Yesus di salib sebagai penebusan dosa bukanlah dalam arti substitusi (menggantikan kita), melainkan hanya sebagai teladan dan bukan sebagai solusi atas dosa-dosa kita. Lalu Beberapa survei menunjukkan bahwa semakin banyak umat Kristen yang tidak lagi meyakininya sebagai peristiwa historis.
Di Inggris, misalnya, seperempat umat Kristen menganggap kebangkitan hanya sebagai simbol, bukan fakta. Bahkan di Amerika, sebagian besar orang tidak lagi melihat Paskah sebagai hari terpenting dalam iman mereka. Mengapa hal ini terjadi?
Kebangkitan Yesus: Fakta Historis atau Sekadar Metafora?
Kebangkitan Yesus memang telah menjadi subjek perdebatan panjang, bahkan sejak Gereja Perdana. Ketika para Rasul pertama kali mewartakan Injil, mereka tidak menekankan ajaran-ajaran moral atau mukjizat Yesus, melainkan kebangkitan-Nya. Mereka menyebut diri mereka sebagai saksi kebangkitan, bukan hanya saksi kehidupan-Nya. Namun, semakin berkembangnya pemikiran rasional dan pendekatan historis terhadap Kitab Suci, kebangkitan Yesus mulai ditafsirkan dari berbagai perspektif.
Bagi Gereja, kebangkitan Yesus adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan. Para Rasul bukan hanya percaya, tetapi juga rela mati untuk mewartakan kebenaran ini. Narasi dalam keempat Injil menunjukkan bahwa kisah sengsara dan kebangkitan mendapat porsi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan masa pelayanan Yesus. Injil Yohanes, misalnya, hampir separuh isinya didedikasikan untuk menceritakan minggu terakhir kehidupan Yesus. Ini menegaskan bahwa sengsara dan kebangkitan bukan sekadar akhir dari kisah, tetapi inti dari seluruh Injil.
Kontroversi Seputar Kebangkitan Yesus dalam Berbagai Perspektif
Namun, tidak semua orang menerima kebangkitan Yesus sebagai peristiwa historis. Beberapa teolog modern, seperti John Dominic Crossan, melihatnya sebagai metafora belaka. Baginya, kebangkitan bukanlah kebangkitan tubuh fisik Yesus, tetapi sebuah pengalaman rohani para murid yang merasa kehadiran-Nya masih nyata dalam hidup mereka. Ini sejalan dengan pandangan Kristen progresif yang menilai bahwa makna kebangkitan lebih penting daripada fakta historisnya. Bagi mereka, Yesus tidak perlu benar-benar bangkit secara jasmani; yang lebih penting adalah bagaimana kebangkitan-Nya menginspirasi perubahan hidup dan harapan baru bagi umat manusia.
Tentu saja, pandangan ini menuai kontroversi. Jika kebangkitan hanya sekadar simbol, bagaimana dengan pengakuan iman Gereja yang sudah bertahan selama ribuan tahun? Bagaimana dengan kesaksian para murid yang rela dianiaya demi mewartakan Yesus yang bangkit? Jika kebangkitan hanya metaforis, mengapa kubur kosong menjadi pusat pemberitaan sejak awal Gereja?
Di sisi lain, dari perspektif luar Kekristenan, kebangkitan Yesus juga menjadi bahan perdebatan. Dalam Islam, misalnya, ada pandangan yang menyatakan bahwa Yesus tidak pernah disalibkan, apalagi bangkit. Al-Qur’an menyebutkan bahwa Yesus diangkat langsung ke surga, dan yang disalib adalah seseorang yang diserupakan dengan-Nya.
Surat An-Nisa’ 157

Surat An-Nisa’ 158

TAFSIR Kami hukum juga mereka karena ucapan mereka,” Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam,” yang mereka ejek dengan menamainya Rasul Allah padahal mereka tidak beriman kepadanya. Mereka mengatakan telah membunuhnya, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi diserupakan bagi mereka orang yang dibunuh itu dengan Nabi Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentangnya, yakni tentang Nabi Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang hal, yakni pembunuhan itu. Mereka tidak mempunyai sedikit pun pengetahuan menyangkut hal itu, yakni tentang pembunuhan Nabi Isa, dan apa yang mereka katakan kecuali mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin. Tetapi Allah telah mengangkatnya, Isa, kepada-Nya, yakni mengangkatnya ke tempat yang aman sehingga tidak dapat disentuh oleh musuh-musuhnya. Dan Allah Maha Perkasa, mengalahkan musuh-musuhnya, Maha Bijaksana dalam segala perbuatan Nya. Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Isa itu diangkat atas perintah Allah dengan badan dan rohnya dan akan diturunkan kembali di akhir zaman sebagai pembela umat Islam dan penerus syariat Nabi Muhammad saw pada saat umat Islam berada dalam keadaan lemah setelah datangnya Dajjal. Kejadian ini menunjukkan kekuasaan Allah untuk menyelamatkan Nabi-Nya, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tercantum dalam firman Allah: Tentang diangkatnya Nabi Isa ke atas langit ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ahli tafsir, diangkat dengan jasmani dan rohaninya, dalam keadaan hidup sebagai suatu mukjizat. Maka Isa a.s. yang diangkat ke langit dengan jasmani dan rohani, sejak diangkat sampai turun kembali ke bumi, sepenuhnya di tangan Allah. Jika manusia biasa saja, seperti Ashhabul Kahfi, bisa tinggal dalam sebuah gua tanpa makan dan minum selama 309 tahun, kiranya tidak perlu dianggap aneh bagi seorang nabi seperti Nabi Isa, untuk tinggal di langit sekian lamanya, karena beliau diberi mukjizat oleh Allah. Pendapat lain mengatakan Nabi Isa diangkat ke langit sesudah wafat lebih dahulu. (Lihat https://kalam.sindonews.com/ayat/158/4/an-nisa-ayat-158) |
Ini bertentangan langsung dengan narasi Injil, yang menegaskan bahwa Yesus benar-benar mengalami penderitaan dan mati di kayu salib sebelum bangkit pada hari ketiga.
Ketegangan antara keyakinan Kristen dan pandangan lain ini menunjukkan bahwa kebangkitan Yesus bukanlah sekadar peristiwa biasa. Ini adalah klaim iman yang menuntut keputusan: apakah seseorang mempercayainya atau menolaknya?
Apa Makna Kebangkitan Yesus Bagi Kehidupan kita ?
Terlepas dari berbagai perspektif, kebangkitan Yesus tetap menjadi sumber harapan bagi jutaan orang. Bagi umat Kristen, kebangkitan bukan sekadar peristiwa masa lalu, tetapi sebuah realitas yang terus hidup. Ini adalah janji bahwa kematian bukan akhir, bahwa ada hidup baru setelah penderitaan, bahwa kemenangan bukan milik kejahatan, tetapi milik kasih dan kebenaran.
Karena itulah, kisah sengsara dan kebangkitan Yesus selalu menjadi pusat dari iman Kristen. Ini bukan sekadar sebuah cerita yang diulang setiap tahun, tetapi panggilan bagi setiap orang percaya untuk hidup dalam terang kebangkitan. Sebab, jika Yesus benar-benar bangkit, maka segalanya berubah—kematian telah dikalahkan, dosa telah ditebus, dan hidup yang baru telah diberikan bagi setiap orang yang percaya.
Jika Kalian Tertarik Dengan Pembahasan ini kalian dapat belajar melalui online course bible learning loving the truth dengan menghubungi admin. |
*Jika kamu punya pertanyaan seputar sengsara dan kebangkitan, tulis dikolom komentar sekarang.
Penulis

Komentar
Great ‼️