Renungan dari Bacaan Keluaran 32 :7-14 dan Yohanes 5:31-47 “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa melaluinya kamu memiliki hidup yang kekal´ (Yoh. 5:39) |
Bagi yang tidak akrab dengan Kitab Suci, istilah anak lembu tuangan ini merupakan kosa kata asing. Istilah ini lebih dikenal dalam budaya yang bersentuhan dengan Perjanjian Lama. Apakah anak lembu tuangan ini? Apakah relevan untuk dibicarakan zaman now? Apakah relevan untuk direnungkan? Adakah kemiripannya dengan patung-patung emas, perunggu, tanah liat bakar yang biasa kita lihat? Atau adakah kaitannya dengan seri patung-patung shio?
Perikop Keluaran 32:7-14 yang menjadi bacaan kita kali ini menyajikan dialog Tuhan dengan Musa. Ketika membacanya saya menemukan 4 ayat terkait Firman Tuhan, 3 ayat terkait Musa, dan 1 ayat terkait reaksi Tuhan terhadap sapaan Musa. Perikop ini spontan mengingatkan saya akan gawai yang menjadi idola zaman ini.
Gawai dimiliki hampir semua orang yang saya jumpai. Baik orang kaya maupun asisten rumah tangga pasti punya, bahkan mereka bisa punya lebih dari satu. Di tempatku tinggal, pengasuh anak bahkan rela membeli gawai yang senilai empat bulan hasil kerjanya. Apakah ini bisa setara dengan lembu tuangan dalam perikop yang kita baca?
Bila ada orang kelupaan membawa gawai, spontan setelah menyadari kelupaannya, ia langsung pulang kembali ke tempat gawai itu tertinggal. Anak bayi yang belum berkembang kemampuan motorik kasarnya saja sudah memegang gawai. Melihat orang memegang gawai di ruang makan, atau restoran sudah merupakan pemandangan biasa saja. Ketika bangun tidur yang dilihat pertama adalah gawai. Keluarga yang makan bersama saja, masing-masing memandangi layar, bukan saling memandang, dan saling mendengarkan pengalaman masing-masing hari itu.
Apakah kita akan membiarkan gawai ini menjadi lembu tuangan kita zaman now? Apakah gawai juga penanda prioritas hidup kita? Bisakah kita hidup tanpa gawai?
Perikop Yoh. 5:31-47 memanggil kita semua menjadi saksi Yesus zaman now. Hidup Yohanes Pembaptis zaman dulu menjadi teladan nyata bagi kita, terutama kehidupannya yang sangat sederhana, berdisiplin sangat ketat menjaga kesucian, dan pewartaan sederhana yang dilakukannya. Konsistensi pewartaannya ini membuat dia juga terlibat dalam konflik dengan penguasa, bukan hanya terhadap hasrat dan seleranya sebagai manusia. Dalam hidupnya Yohanes Pembaptis menyangkal hidup yang penuh kenikmatan, popularitas, dan kekuasaan. Yesus menegaskan Yohanes Pembaptis sebagai pelita yang menyala (Yoh. 5:35) walaupun hanya dalam waktu singkat.
Kehidupan Yesus dan tugas perutusan-Nya lebih penting daripada kesaksian Yohanes (Yoh. 5:36). Penulis Injil memberi pesan kepada kita yang menyelidiki Kitab Suci-kitab suci dengan asumsi mempunyai hidup kekal melalui pembacaan itu (Yoh. 5:39). Pertanyaannya adalah apakah kita percaya, kepada apa yang disaksikan oleh Kitab suci itu, datang kepada-Nya dan menerima-Nya? Apakah kita mencari hormat dari sesama dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa (Yoh. 5:44)?
Penulis injil Yohanes bertanya kepada masing-masing dari kita (Yoh. 5:47): jikalau kita tidak percaya akan apa yang ditulisnya, bagaimanakah kita akan percaya akan apa yang pernah Yesus katakan?”
Apakah kita akan membiarkan gawai menguasai hidup kita? Apakah gawai menjadi lebih utama daripada berelasi dengan Yesus? Atau apakah gawai menjadi sarana kita untuk berelasi dengan Yesus? Apakah gawai menjadi sarana kita untuk mewartakan jalan menuju kehidupan kekal yang diwartakan oleh Yesus? Apakah kita menjadikan gawai sarana untuk menjadi saksi kebenaran yang diwartakan Yesus di zaman now?
Mari mohon rahmat pertobatan dalam masa retret agung ini, agar kita dapat menggunakan teknologi dan perangkatnya sebagai sarana meningkatkan relasi dengan sesama, Allah, dan ciptaan Allah demi kemuliaan nama-Nya yang lebih besar.
Penulis

