Apakah Pengikut Kristus Berpuasa? (7 Maret 2025)

Renungan dari Bacaan Yesaya 58: 1 – 9a dan Mat 9: 14 – 15
“Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak” (Mat. 9:14)

Ketika membaca perikop dari Injil Matius (Mat. 9: 14 – 15), pertanyaan “apakah pengikut Kristus berpuasa” langsung terjawab. Perikop ini juga ada di Mrk. 2:18-20 dan Luk. 5:33-35.   Pertanyaan ini muncul dari murid-murid Yohanes, bukan dari orang-orang Farisi (Mat. 9:14). Di Injil Markus, penanya adalah murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi (Mrk. 2:18). Di Injil Lukas penanya adalah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang bersungut-sungut (Luk. 5:30). Saat itu para pengikut Yesus tidak berpuasa, melainkan makan dan minum.

Praktik puasa merupakan hal lazim di zaman Yohanes Pembaptis dan Yesus. Mereka berdua bahkan menjalani puasa yang lebih panjang di gurun (Mat. 4:2). Matius menuliskan Yesus berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam. Di seluruh Kitab Suci 67 kali puasa dituliskan secara literal.

Di kitab Imamat 16:19 tertulis: pada “…bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu.”  Dugaan saya praktik tidak bekerja, tidak sekolah (untuk siswa) diambil dari kutipan ini di Indonesia ini. Hal senada dapat dibaca di kitab Bilangan (Bil. 29:7).

Praktik puasa pengikut Kristus masih kita temukan pada Jemaat Perdana (Kis. 14:23). Zaman ini dalam Gereja Katolik puasa disinggung 6 kali dalam Kitab Hukum Kanonik. Puasa sebagai ungkapan tobat (KHK, 1249), dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun dan masa prapaskah (KHK, 1250), berlaku untuk semua usia dewasa awal sampai usia enam puluh (KHK, 1252). Umat Katolik dapat membacanya lebih lanjut dalam Katekismus Gereja Katolik ($ 540, 576, 1430, 1434, dst.)

Yesaya (Yes. 58:1-9a) mengkritik laku puasa yang ditunjukkan umat Israel zaman itu yang berbantah, berkelahi, memukul dengan tinju tidak semena-mena (Yes. 58:4).  Puasa yang benar adalah merendahkan diri, membuka belenggu-belenggu kelaliman, memerdekakan orang yang teraniaya, berbagi makanan, tempat berteduh, sandang dan tidak menyembunyikan diri dari orang yang membutuhkan, tidak menunjuk-nunjuk orang dengan jari-jari dan memfitnah (Yes. 58:5-7.9).

Seluruh kritik Yesaya ini masih aktual dan relevan zaman ini, apalagi di Indonesia saat ini. Arah tindak puasa yang dikehendaki Allah ini pada zaman ini sungguh jelas.

Bila menimbang situasi Indonesia saat ini, kita menyaksikan kebobrokan moral yang sistemik. Siapakah pelakunya? Tidak bisa lagi kita menunjuk-nunjuk orang dengan jari-jari dan memfitnah. Para (yang mengakui diri) pengikut Kristus ada di barisan pelaku ketidakadilan, korupsi, perusak alam, pelaku kejahatan kerah putih atau kerah biru.

Pada masa prapaskah ini, selama 40 hari, kita berpuasa meneladani laku hidup Yohanes Pembaptis dan Yesus sendiri, agar kuasa Allah melalui Roh Kudus sungguh menguasai diri kita. Kita mohon rahmat pertobatan yang sungguh-sungguh dengan laku puasa, merendahkan diri, berlaku adil, dan membebaskan orang-orang yang selama ini kita ‘jajah’, belajar memanggul salib kita sehari-hari bersama Yesus yang sampai hari ini masih bekerja bersama kita dan orang-orang yang berkehendak baik.

Penulis

Komentar

  1. Iya, ikut prihatin juga saat banyak nama baptis pada bermunculan menjadi tersangka korupsi….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *