Belajar Menahan Diri dan Selalu Berbelas Kasih ( 30 September )

Renungan hari ini dari bacaan Zakharia 8:20-23; Lukas 9:51-56. “Tuhan, apakah Engkau mau supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka? Tetapi, Ia berpaling dan menegur mereka” (Lukas 9:54-55).

Bacaan Injil hari ini menceritakan mengenai tantangan di jalan menuju ke Yerusalem dan perbedaan sikap para murid dan sikap Yesus ketika ditolak oleh orang Samaria. Yesus menyadari bahwa saat-Nya sudah genap yang menunjukkan rencana Allah bagi Yesus memasuki tahap penyelesaiannya. Yesus mengarahkan pandangan-Nya ke Yerusalem dan memutuskan pergi ke Yerusalem untuk menghadapi tugas akhir yang ditentukan Allah bagi diri-Nya. Ia menetapkan hati untuk pergi ke Yerusalem tempat penderitaan dan salib menantikan-Nya. Yesus menyatakan komitmen-Nya dengan pergi ke Yerusalem untuk menempuh peristiwa-peristiwa yang ditentukan Allah sebagai penggenapan misi-Nya. 

Perjalanan ini membawa Yesus ke wilayah Samaria. Ia mengirim beberapa utusan untuk mendahului-Nya. Meski ada rintangan, langkah tidak dihentikan.

Orang Samaria yang merupakan penduduk  wilayah Samaria yang terbentang antara Galilea dan Yudea, tidak mau menerima Yesus karena Ia menuju ke Yerusalem. Permusuhan antara orang Samaria dan orang Yahudi mempunyai sejarah yang panjang dan memiliki hubungan yang kurang baik. Para penziarah Yahudi dari Galilea menghindari  daerah Samaria ketika mereka menuju ke Yerusalem karena sering diganggu, diperlakukan tidak baik dan bahkan diserang. Orang Yahudi dan orang Samaria saling memandang rendah satu sama lain. Penolakan orang Samaria tidak lepas dari luka sejarah panjang antara orang Yahudi dan Samaria. Bagi orang Yahudi, pusat ibadahnya berada di Yerusalem, sedangkan bagi orang Samaria di kuil di atas Gunung Gerizim. Kuil ini pernah  dihancurkan oleh raja dan imam agung Yahudi, Yohanes Hirkabus. Karena Yesus, hendak menuju Yerusalem, orang Samaria tidak rela membiarkan Dia dan para murid-Nya, orang Yahudi dari Galilea, melewati desa-desa mereka menuju ke Yerusalem.

Ketika utusan Yesus disambut dengan penolakan oleh orang Samaria, dua murid-Nya,  Yohanes dan Yakobus,  menjadi murka dan terpancing untuk membalas dengan kekerasan. Mereka bertanya, “Tuhan, apakah Engkau mau supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” (Luk. 9: 54). Sebuah respons manusiawi yang kerap muncul ketika hati tersakiti, respons yang menunjukkan sisi rapuh manusia yang ingin membalas penolakan dengan tindakan yang lebih keras. Mereka ingin menunjukkan kuasa Tuhan dengan cara menghukum. Mereka ditegur oleh Yesus karena ketidaksabaran  dan sikap balas dendam itu. Yesus menolak cara balas dendam karena misi-Nya bukan untuk membinasakan melainkan menyelamatkan. Ia yang telah mengajarkan untuk mengasihi musuh mengkehendaki orang yang menolak-Nya tetap menikmati kehidupan. Yesus tidak ingin mempertobatkan manusia dengan cara menghukum. Penolakan oleh orang-orang Samaria tidak mengubah keputusan Yesus. Ia tetap melangkah ke Yerusalem untuk mempertanggungjawabkan seluruh ajaran dan karya-Nya. Ia telah mengarahkan muka-Nya ke Yerusalem untuk mati disebuah salib sehingga semua orang, baik orang Yahudi, orang Samaria, maupun orang bukan Yahudi bisa didamaikan dengan Allah dan dipersatukan sebagai satu umat dalam diri-Nya.

Bagaimana respons kita ketika kita ditolak? Apakah kita merespons dengan cara seperti murid-murid Yesus atau seperti  Yesus?

Kadang kebencian yang berakar lama bisa menjadi penghalang yang sulit ditembus. Respons untuk membalas penolakan  juga menunjukkan kerapuhan manusia. Hati manusia sering kali lebih suka memelihara luka daripada membuka diri pada damai sejahtera. Betapa sering peristiwa-peristiwa masa lalu yang menyakitkan  membuat kita mendendam sehingga sulit menerima orang lain yang berbeda dengan kita. Kesabaran dan toleransi merupakan sikap yang sangat dibutuhkan dewasa ini. Sebagai murid-murid Yesus kita mesti berjuang untuk menghidupi hukum kasih yang telah diajarkan dan diteladankan oleh Yesus sendiri. Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya agar selalu sabar, lemah lembut, serta hidup tanpa kepahitan, kemarahan, dan permusuhan.

Marilah kita selalu memohon kepada Yesus agar kita terbebas dari prasangka dan ketidaksabaran terhadap orang-orang yang tidak menyenangkan. Kita mohon agar kita bisa meneladani Dia dalam mengasihi sesama dan dimampukan untuk tetap melakukan kebaikan walaupun ditolak.

” Kasihilah musuh-musuhmu,berbuatlah baik kepada mereka yang membenci kamu;berkatilah mereka yang mengutuk kamu;berdoalah bagi mereka yang berbuat jahat terhadap kamu.”( Lukas 6:27-28)

Penulis

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *