Cermin Hati: Memurnikan Diri dari Kemunafikan Penghakiman

Renungan hari ini dari bacaan injil Matius 7:1-5. “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” (Matius 7:5)

Pengajaran Yesus dalam Matius 7:1-5, yang merupakan sebahagian daripada Khotbah di Bukit, adalah salah satu teguran paling fundamental dan provokatif terhadap kecenderungan manusia untuk menghakimi. Frasa pembuka, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi,” bukanlah larangan terhadap diskriminasi moral atau penegasan piawaian etika, tetapi lebih kepada amaran terhadap penghakiman yang bersifat menghukum, angkuh, dan bermuka dua. Dalam konteks Perjanjian Baru, perkataan Yunani krino (menghakimi) di sini merujuk kepada tindakan mengeluarkan keputusan atau hukuman yang menempatkan diri kita di atas orang lain, seringkali dengan motif yang tersembunyi. Yesus kemudian mengukuhkan prinsip ini dengan hukum timbal balik: “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (ayat 2). Ini bukan sekadar ancaman ilahi, tetapi pendedahan tentang kebenaran rohani yang mendalam—bahawa sikap kita terhadap orang lain pada akhirnya akan menjadi piawaian di mana kita sendiri diukur, baik oleh Tuhan mahupun oleh sesama. Ayat-ayat ini mengajak kita untuk merenungkan keadilan ilahi dan implikasi serius dari sikap hati yang menghukum.

Lebih lanjut, Yesus menggunakan metafora yang tajam dan ironis dalam ayat 3 dan 4: “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.” Perkataan Yunani untuk “selumbar” adalah karphen, merujuk kepada serpihan kecil atau habuk, manakala “balok” adalah dokos, yang bermaksud tiang kayu besar yang digunakan dalam pembinaan. Hiperbola ini menekankan kemustahilan dan keabsurdan seseorang yang cuba membetulkan kesalahan kecil orang lain (selumbar) sambil mengabaikan kesalahan yang jauh lebih besar dan membutakan pada diri sendiri (balok). “Balok” di mata kita sering kali melambangkan dosa-dosa serius seperti kemunafikan, kesombongan rohani, atau prasangka yang menghalang pandangan rohani kita sendiri. Ironinya adalah bahawa orang yang menghakimi seringkali buta terhadap dosa-dosa mereka sendiri yang jauh lebih besar, sekaligus kehilangan kredibiliti untuk menawarkan bantuan yang tulus kepada orang lain. Metafora ini mendedahkan inti permasalahan: masalahnya bukan pada keinginan untuk membantu, tetapi pada kemunafikan yang mendahuluinya.

Oleh itu, penekanan utama dalam ajaran Yesus mencapai puncaknya pada ayat 5: “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” Yesus secara langsung menujukan “Hai orang munafik” kepada mereka yang mengamalkan penghakiman angkuh. Perkataan ini merujuk kepada seorang pelakon yang memakai topeng, menggambarkan seseorang yang berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya. Ini adalah teguran tajam terhadap ketidakjujuran rohani. Perintah untuk “mengeluarkan dahulu balok dari matamu” adalah panggilan untuk introspeksi yang radikal dan pertobatan yang mendalam. Ia menuntut kerendahan hati untuk mengakui dosa-dosa dan kelemahan diri sendiri sebelum cuba membetulkan orang lain. Hanya apabila kita telah berhadapan dengan “balok” kita sendiri dan mencari pengampunan serta pemulihan daripada Tuhan, barulah pandangan rohani kita akan menjadi jernih. Barulah kita dapat melihat “selumbar” di mata saudara kita bukan dengan semangat penghakiman, tetapi dengan kasih, empati, dan kebijaksanaan yang tulus, dengan tujuan untuk membangun dan bukannya menjatuhkan.

Sebagai kesimpulan, ajaran Yesus dalam Matius 7:1-5 bukanlah larangan untuk membezakan antara yang baik dan yang jahat, tetapi amaran keras terhadap sikap menghakimi yang angkuh dan bermuka dua. Ia menggesa kita untuk memulakan pembersihan rohani dari dalam diri kita sendiri. Dengan membuang “balok” kemunafikan, kesombongan, atau dosa-dosa yang tidak diakui dari mata rohani kita, kita tidak hanya memulihkan penglihatan kita sendiri tetapi juga membolehkan kita berinteraksi dengan orang lain dengan hati yang tulus dan penuh kasih. Renungan ini mengingatkan kita bahawa tujuan kita sebagai pengikut Kristus bukanlah untuk menjadi hakim sesama, tetapi untuk menjadi agen kasih karunia dan pemulihan, yang mencerminkan kerendahan hati Kristus sendiri. Marilah kita memohon kepada Roh Kudus untuk menunjukkan “balok” dalam hidup kita, agar kita dapat melihat dengan jelas dan melayani sesama dengan kasih yang murni.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *