‘Cinta Uang’ Akar Segala Kejahatan ( 19 September 2025 )

Renungan hari ini dari bacaan 1Timotius  6:2c-12; Lukas 8:1-3; “Sebab, akar segala kejahatan ialah cinta uang dan karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai duka” (1Tim. 6:10).

Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi pola pikir, perasaan, dan perilaku seseorang, antara lain  pola asuh keluarga, nilai-nilai budaya, dan tradisi lingkungan. Adalah amat manusiawi bahwa mereka yang terlahir dalam kemiskinan, berupaya untuk menjadi lebih sejahtera. Mereka yang terlahir kaya, berupaya untuk mempertahankannya. Dalam banyak budaya ada kepercayaan ‘tabur-tuai’. Orang Yahudi punya pandangan tersendiri tentang kemakmuran. Mereka percaya bahwa Tuhan menganugerahkan berkat kepada orang yang taat menjalankan ketetapan-Nya, misalkan dalam bentuk lahan untuk tinggal, umur panjang, keturunan, dan kemakmuran. Sedangkan kemalangan, sakit penyakit, kemiskinan, kemandulan dan usia pendek dianggap sebagai bentuk hukuman dari Tuhan. Kesalehan seseorang, seakan berbanding lurus dengan kekayaannya. Itulah sebabnya, Paulus mengatakan bahwa  kesalehan yang disertai ‘rasa cukup’, akan memberi keuntungan besar (1Tim. 6:6). Sebab, pada saat lahir seseorang tidak membawa apa pun ke dunia dan ketika wafat dia juga tidak dapat membawa apa-apa. Namun, mereka yang ingin kaya, terancam jatuh dalam berbagai pencobaan, ke dalam  jerat dan berbagai nafsu kosong yang mencelakakan, serta tenggelam ke dalam keruntuhan dan kebinasaan  (bdk. 1Tim. 6:9).

Lebih tajam lagi, Paulus mengatakan bahwa akar segala kejahatan ialah cinta uang  (1Tim. 6:10a). Seperti sel-sel kanker,‘cinta uang’ akan merusak pikiran sehat dan daya rusaknya makin luas dan parah. Akibat memburu uang, beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri dengan berbagai duka (1Tim. 6:10b). Penyakit mereka adalah: mengira bahwa kesalehan adalah sumber keuntungan, sehingga sering terlibat pertengkaran, bersilat kata yang menyebabkan dengki, perselisihan, fitnah, curiga, percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan kehilangan kebenaran (1Tim. 6:4-5).

Barangkali kondisi Indonesia dan dunia sekarang ini, bisa jadi bahan permenungan bagaimana ‘cinta uang’ telah mengakibatkan rusaknya pikiran sehat dan menimbulkan berbagai tindak kejahatan. Dalam skala besar, hal tersebut menjadi amat mengerikan. Paulus mengajak kita melakukan pembaharuan dari akar permasalahan.   Belajar bersikap ‘cukup’ terhadap uang, supaya berpeluang untuk terhindar dari penyakit ‘cinta uang’.

Semasa memberitakan Injil, Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa. Keduabelas rasul bersama Dia. Demikian juga beberapa perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat dan berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang dibebaskan dari tujuh roh jahat (Luk. 8:2), Yohana istri Khuza, bendahara Herodes, Susana, dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan harta milik mereka (Luk. 8:3). Jika dilihat dari sudut pandang Paulus,  mereka telah menyatakan ‘cukup’ terhadap harta atau uang yang mereka miliki dan ‘kelebihan’-nya  disumbangkan sebagai ungkapan iman dan rasa syukur karena telah dibebaskan dari roh-roh jahat dan berbagai penyakit. Dengan melayani rombongan Yesus, mereka telah menjadi manusia kepunyaan Allah, yang mengupayakan keadilan, kesalehan, kesetian, kasih, kesabaran, dan lembutan  (bdk. 1Tim. 6:11).

Kedua bacaan ini mengingatkan saya untuk bijaksana dan setia pada perkataan sehat, yakni perkataan Tuhan Yesus Kristus (1Tim. 6:3b). Saya diminta untuk menanamkan sikap ‘cukup terhadap uang’ dan senantiasa bersyukur dengan perbuatan kasih, serta ambil bagian dalam pewartaan Injil. Karena untuk itulah saya dipanggil, yaitu bertanding dengan benar dalam pertandingan iman yang akan membebaskan saya dari berbagai penyakit spiritual, dalam upaya meraih harapan akan  hidup yang kekal  (1Tim. 6:12).

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *