Renungan Dari Bacaan Kejadian 3 : 1 – 8 dan Markus 7 : 31 – 37 “Sekali-kali kamu tidak akan mati” (Kej. 3:4) |
Ada satu fenomen yang menarik dalam kehidupan ini: semakin sesuatu itu dilarang, semakin menarik untuk dicoba dan dilanggar. Orang bilang ada kenikmatan tersendiri bila kita bisa melanggar sesuatu yang dilarang. Sikap ini mungkin dipengaruhi oleh rasa ingin tahu yang berlebihan. Suatu kali kami lewat di sebuah taman. Di situ ada bangku dengan tulisan: “Jangan disentuh, masih basah”. Namun, teman saya tidak yakin dengan larangan ini, “Ah, masak sih? Sudah berapa lama bangku ini dicat?” Ia pun menyentuhnya, dan tangannya berlepotan cat.
Ada kalanya manusia memang perlu menahan diri untuk mengetahui sesuatu, untuk bisa membuktikan sesuatu, terutama mengapa sesuatu itu dilarang. Bukankah nama pohon yang buahnya paling berbahaya, yang dapat membuat manusia itu mati, adalah makan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat? “Sebab, pada saat engkau memakannya, engkau pasti mati.”(Kej. 2:17). Di balik nama pohon itu tersirat kehendak Tuhan agar manusia tahu batas, terutama dalam membatasi keinginan untuk mengetahui segalanya.
Ular sangat cerdik, ia memahami tingginya rasa ingin tahu pada manusia. Ia yakin Hawa memiliki rasa penasaran untuk mengetahui mengapa buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat akan mengakibatkan kematian. Ia pun menggodanya, membuat dia meragukan kebenaran perintah Tuhan dan menyampaikan hal yang bertentangan: “Sekali-kali kamu tidak akan mati. Sebaliknya, Allah mengetahui bahwa pada saat kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan jahat” (Kej. 3:4-5). Ia memutarbalikkan kebenaran firman Tuhan, dan dengan itu membuat Hawa semakin penasaran dan mulai meragukan kebenaran firman Tuhan. Pikirnya, “jangan-jangan ular yang benar”. Selanjutnya untuk memenuhi keingintahuannya tentang mana yang benar, ia merasa perlu menguji dan mencobanya. Demikianlah Hawa yang melihat buah itu menarik, mengambil dan mencoba memakannya dengan harapan besar: “Sekali-kali kamu tidak akan mati”.
Perintah Tuhan adakalanya memang sulit dipahami, bahkan mungkin seperti tidak masuk akal. Dibutuhkan suatu kepasrahan dalam beriman. Iman mengandaikan kesiapsediaan untuk mengakui keterbatasan dalam mengakui bahwa kehendak Tuhan kadang melampaui akal tetapi tidak bertentangan dengan akal budi kita.
Selain itu, sesuatu yang dilarang umumnya mempunyai ciri berikut ini: menarik sehingga cenderung dijadikan sebagai pusat perhatian. Hawa pun rupanya sudah sangat tertarik dengan pohon itu, yang ia lihat “baik untuk dimakan dan menarik untuk dipandang”. Ia memindahkan tempat pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat ke tengah-tengah taman (Kej. 3:3), menggantikan tempat pohon kehidupan (Kej. 2:9b). Akibatnya perhatiannya tidak henti-hentinya terarah kepada pohon itu, dan akhirnya ia tidak tahan lagi untuk segera mencicipinya.
Rasa ingin tahu menggiring kita untuk mencoba sesuatu, terutama sesuatu yang menarik, yang memberikan kenikmatan. Kedengarannya bagus. Masalahnya, jika yang diinginkan dan yang menarik itu adalah sesuatu yang dilarang, sesuatu yang membawa kepada kematian, tentu sangat berbahaya. Firman Tuhan mengundang kita untuk tidak menempatkan hal-hal yang demikian itu menjadi pusat perhatian kita, agar godaan untuk meraihnya tidak semakin menjadi-jadi. Sebaiknya kita membatasai rasa penasaran kita, terutama dalam hal-hal yang kurang baik, meski karena itu kita mungkin dianggap orang kuper atau kolot. Akhirnya, tidak kalah pentingnya, jangan berdialog dengan ular atau iblis yang terus menggoda, melainkan dengan tegas berkata, “Enyahlah Iblis”. Sebab, ia memang termasuk yang paling cerdik dalam menipu.
Penulis
