Hamba Dosa Menjadi Hamba Kebenaran ( 23 Oktober 2025 )

Renungan hari ini dari bacaan Roma 6:19-23;  Lukas 12:49-53. “Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab, sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian halnya kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan” (Rm. 6:19).

Bacaan hari ini, Roma 6: 19-23, mengingatkan aku akan manusia lamaku. Seperti yang dikatakan Rasul Paulus, kita harus berbicara dengan kejujuran dan kerendahan hati, menyadari bahwa kita hanyalah manusia yang lemah.

Dulu aku adalah hamba dosa, hidup dalam kecemaran dan kedurhakaan yang berujung pada kematian rohani. Aku mengejar kenikmatan dunia, keinginan akan pujian, kekuasaan, kekayaan  dan pelampiasan diri penuh kesombongan diri. Aku berpikir diriku benar dan tidak memerlukan penguasaan diri. Namun kini aku sadar akan dosaku, karena semua itu hanya memperjuangkan kebenaran diri, bukan kebenaran Allah.

Puji syukur kepada Tuhan, aku diberi kesempatan untuk bertobat mengambil langkah balik dan memulai proses hidup baru. Menjadi hamba kebenaran bukanlah perjalanan yang mudah, melainkan proses panjang yang menuntut perjuangan setiap hari, melepaskan satu persatu keterikatanku.

Menjadi hamba dosa telah membuat hidupku memalukan, menghancurkan diriku, keluargaku, bahkan juga komunitas sosial dan rohaniku. Namun, aku sadar bahwa aku harus  berubah menjadi hamba Allah, mengubah karakter dan tujuan hidupku dengan berjuang membersihkan diri hingga mencapai pengudusan dan kehidupan kekal.

Roma 6:23 menegaskan: “Sebab, upah dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Jika aku terus hidup sebagai “hamba dosa”,  yang bisa kudapatkan adalah segala kenikmatan dunia yang memabukkan, tetapi upahnya adalahmaut.

Jika aku menyerahkan hidupku kepada Kristus dan menjadi “hamba Allah”, aku menerima karunia hidup kekal. Ini adalah warisan Yesus pilihan yang harus kusadari dan kujalani setiap hari, meskipun penuh tantangan dan penderitaan bagi dagingku.

Paulus hamba Allah berkata, Serahkanlah anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran.” (Rm. 6:13). Ini berarti aku harus terus berjuang dalam tindakan yang aktif dan berkesinambungan. Pengudusan bukanlah hasil instan, melainkan proses panjang dari penyerahan diri setiap hari: Tangan yang dulu digunakan untuk menyakiti atau melakukan yang tidak baik, kini dipakai untuk menolong. Lidah yang dulu menghina, merendahkan dan menipu kini menjadi alat untuk memberkati dan menghibur. Pikiran yang dulu dipenuhi nafsu, kini berusaha kuarahkan pada kehendak Allah. Hati yang dulu mudah cemburu dan iri, tanpa penguasaan diri, penuh pelampiasan dan kesombongan diri, kini terus diproses, dikendalikan agar rendah hati. Aku terus berusaha memperbaiki setiap bagian hidup yang dahulu dikuasai oleh dosa, dengan berdoa, mohon ampun, dan laku tobat, serta penyerahan diri kepada Tuhan.  Kini aku mulai merasa lebih bebas dan telah dijadikan alat bagi karya kebenaran karena kasih-Nya yang tak terbatas.

Paulus tidak menulis sebagai orang yang sempurna, tetapi sebagai manusia yang juga sadar akan kelemahannya. Ia tahu betapa kuatnya kuasa dosa menawan manusia, namun juga betapa besarnya kasih karunia Kristus yang memerdekakan. Hidup dalam Kristus berarti proses transformasi terus-menerus dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran. Transformasi ini sering menuntut kesiapsediaan kita untuk merasakan sakit, untuk menderita, seperti Yesus yang menempuh “baptisan penderitaan”. Namun, marilah kita terus bersemangat memperjuangkannya dalam ziarah pengharapan Yubileum 2025. Sesugguhnya, kasih karunia Allah bukan hanya membebaskan kita dari hukuman dosa, tetapi juga memampukan kita untuk hidup suci, di bawah kuasa Roh Kudus, menuju kehidupan kekal bersama-Nya.

Penulis

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *