Renungan dari Bacaan Yesaya 6 : 1 – 2a, 3 – 8 dan 1 Korintus 15 : 3 – 8 “Ini aku, utuslah aku!” Yesaya 6 : 8 |
Menjadi utusan Allah tidaklah mudah: harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Allah sendiri. Yesaya, seorang nabi yang pada zamannya sering mengecam dosa Israel dan bernubuat tentang kelahiran Mesias, mendapat peneguhan terkait dengan tugasnya sebagai utusan Allah. Panggilannya diawali dengan pengenalannya akan Allah yang dialami secara pribadi, melalui penampakan Allah di Bait Suci. Allah menyatakan kepada Yesaya bahwa Ia adalah Yang Kudus dan memerintah dalam kekudusan, sehingga siapa pun yang dipilih menjadi utusan-Nya hendaknya menyadari bahwa dirinya adalah orang yang berdosa, dan menerima anugerah pemurnian dari Allah dan selanjutnya menerima misi untuk menyampaikan firman Allah kepada dunia.
Pada saat menerima penampakan tersebut, Yesaya merasakan bahwa dirinya adalah orang yang berdosa, tidak berdaya dan mempunyai keterbatasan. Namun, Allah telah memurnikan Yesaya, menghapus dosa-dosanya. Penghapusan dosa membuat Yesaya peka mendengar suara Tuhan dalam sidang surgawi, “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Tanpa berpikir panjang ia menyahut, “Ini aku, utuslah aku!” (Yes. 6: 8). Anugerah pengampunan telah membuat ia berkobar-kobar untuk melaksanakan tugas perutusan.
Setiap umat kristen juga dipanggil untuk melaksanakan tugas perutusan: memberitakan Injil. Injil adalah suatu kesatuan berita tentang kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Paulus menyatakan bahwa kematian dan kebangkitan-Nya merupakan rangkaian peristiwa inti Injil. Paulus juga telah dipilih sebagai saksi kebangkitan Yesus Kristus dan dipanggil menjadi rasul, meskipun ia menganggap dirinya paling hina karena telah menganiaya jemaat Allah (1Kor. 15: 9). Namun, ia memegang teguh karunia Allah yang telah dianugerahkan kepadanya, yaitu Injil keselamatan. Itulah yang ia jadikan motivasi kuat untuk bekerja keras lebih daripada rasul yang lain (1Kor.15: 10-11). Dia terus penuh semangat dalam melaksanakan tugas perutusan meskipun memiliki keterbatasan fisik dan menghadapi banyak kesulitan.
Allah sendiri yang menentukan siapa yang akan dipilih sebagai utusan. Dia pasti tahu siapa yang patut dikhususkan bagi tugas itu. Jika pilihan itu jatuh pada kita, selayaknya kita pun berkata seperti Yesaya, “Ini aku, utuslah aku!”(Yes. 6: 8). Pilihan ini merupakan anugerah sekaligus tugas untuk mewartakan kabar Kebenaran, yakni Injil Yesus Kristus. Injil ini juga mengandung berita tentang pertobatan: mengajak manusia yang berdosa memohon pengampunan dari Allah, dan percaya dan taat mengikuti ajaran-Nya.
Ketika menerima pengutusan tersebut, baik secara pribadi maupun sebagai komunitas Gereja, hendaknya kita tidak gentar, walau banyak tantangan dan halangan yang kita hadapi. Tugas kita hanyalah taat kepada perintah Allah. TAAT merupakan singkatan dari: T: Tuhan berfirman, A: Aku mendengar, A: Aku melakukan yang aku bisa, dan T: Tuhan melakukan yang aku tidak bisa.
Marilah kita menyiapkan diri kita dengan perbuatan dan pikiran yang selalu terarah kepada Allah. Dengan demikian, ketika menerima panggilan perutusan dari Allah, kita pun dengan mantap menjawa, “Ini aku, utuslah aku!”

Penulis

