Renungan dari Bacaan Hosea 6:1-6 dan Lukas 18:9-14 “Alangkah sukarnya orang yang memiliki banyak harta masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat. 19:24). |
Semua orang ingin memperoleh hidup kekal, yang boleh dikatakan telah menjadi tujuan akhir yang disasar setiap perjuangan manusia di dunia ini. Hidup kekal sebagai pusat perhatian manusia sudah tersirat dalam letak pohon kehidupan, yakni di tengah-tengah taman Eden. Bersama dengan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, pohon ini menjadi simbol keinginan terdalam manusia: ingin mengetahui segalanya dan ingin hidup terus. Segala usaha dibuat untuk memenuhi kedua keinginan itu. Ketika jatuh sakit, orang siap menjual segala miliknya untuk bisa berobat dan sembuh. Ketakutan akan kematian membuat ia siap mengorbankan apa pun. Sebab, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Mat. 16:26).
Dalam pandangan orang Yahudi, cara paling efektif untuk memperoleh hidup kekal adalah dengan melakukan hukum Taurat. Itulah sebabnya, ketika seorang pemimpin bertanya kepada Yesus tentang apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup kekal Ia menyebut perintah-perintah dalam Dekalog. Sungguh berani jawaban pemimpin itu, “Semua itu telah kuturuti sejak masa mudaku” (Mat. 19:21). Luarbiasa! Usahanya hampir sempurna. Betapa seriusnya ia berjuang meraih hidup kekal. Sebagai orang Yahudi ia tentu sangat optimis dapat meraihnya dengan apa yang telah dilakukannya itu. Namun, menurut Yesus masih ada satu kekurangannya: “Juallah segala yang kaumiliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan memiliki harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Mat. 19:22). Ternyata melaksanakan seluruh hukum Taurat belum cukup untuk bisa meraih hidup kekal bahkan itu bukan jalan yang utama.
Adam dan Hawa telah kehilangan kesempatan meraih pohon kehidupan. Ia diusir dari taman Eden setelah melanggar perintah yang diberikan Tuhan untuk tidak makan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Mereka kehilangan hidup kekal karena serakah, tidak tahu batas dalam menikmati anugerah Tuhan. Mereka mau mengambil semuanya, dan tidak mau berbagi, menyisakannya bagi orang lain dan generasi kemudian. Kini, Yesus mengajari para pemimpin itu bahwa jalan utama untuk meraih hidup kekal, bukanlah melaksanakan perintah-perintah dalam Taurat, melainkan mempergunakan anugerah yang Tuhan berikan secara benar: membagi-bagikannya kepada orang miskin dan tidak lupa mengikut Yesus.
Pemimpin ini sangat sedih. Ia tidak mampu memenuhi syarat itu karena ia sangat kaya. Apakah kisah ini menunjukkan bahwa orang kaya tidak bisa meraih hidup kekal? Yesus tidak pernah mengatakan hal yang demikian. Ia hanya mengatakan, “Alangkah sukarnya orang yang memiliki banyak harta masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat. 19:24). Mengapa? Dalam kenyataannya memang demikian: Ketika orang semakin kaya, ia cenderung semakin serakah, semakin sulit berbagi karena sangat terikat pada hartanya. Ia takut kehilangan. Kalau pun ia berbagi, acapkali diiringi dengan tujuan-tujuan tertentu untuk meraih keuntungan yang lebih banyak lagi. Begitu sukarnya, sampai-sampai, “Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat. 29:25). Namun, “sangat sukar” tidak sama dengan “tidak mungkin”, seperti dikatakan oleh Yesus, “Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah.” (Mat. 19:27).
Syarat utama untuk meraih hidup kekal ternyata bukan pertama-tama memenuhi peraturan-peraturan dan perintah-perintah agama, melainkan kesiapsediaan untuk berbagi, tidak serakah dan tidak melekat pada harta milik pribadi. Harus diakui bahwa semakin banyak harta yang dimiliki seseorang, semakin berat tantangan yang ia hadapi. Sungguh luar biasa, bila ia berhasil membebaskan dirinya dari keserakahannya dan Yesus menegaskan bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Adakah kisa menilai kesalehan hanya dari ketataatan kita pada aturan-aturan agama dan kita mengabaikan kepedulian kepada sesama dalam bentuk siap sedia berbagi dengan mereka?
Penulis
