Kasih yang Melampaui Aturan ( 31 Oktober 2025 )

Renungan hari ini dari bacaan Alkitab Lukas 14:1–6. “Kemudian Ia berkata kepada mereka: ”Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?” (Lukas 14:5)

Bayangkan suatu hari, kita melihat seorang bapak tua terjatuh di pinggir jalan. Banyak orang lewat, tapi tidak ada yang berhenti. Mungkin karena mereka terburu-buru, atau mungkin karena takut terlibat, atau memang banyak orang yang tidak peduli lagi, dengan bapak tua yang terjatuh tersebut. Namun demikian, ada satu anak muda yang menghentikan motornya, membantu si bapak berdiri, membersihkan luka di lututnya, dan mengantar ke klinik terdekat. Ia tidak peduli bahwa bajunya jadi kotor atau bahwa ia akan datang terlambat ke tempat kerjanya.

Kejadian itu, mengingatkan kita pada kisah Yesus dalam Lukas 14:1–6. Di sana, Yesus diundang makan oleh seorang pemimpin Farisi pada hari Sabat. Di tengah acara, ada seorang pria yang sakit busung air, kondisi yang membuat tubuhnya membengkak karena cairan. Semua mata tertuju pada Yesus. Mereka ingin tahu: apakah Yesus akan menyembuhkan orang itu pada hari Sabat?

Hari Sabat adalah hari istirahat bagi orang Yahudi. Menurut tradisi mereka, tidak boleh bekerja pada hari itu, termasuk menyembuhkan orang. Tapi Yesus tahu bahwa kasih tidak bisa dibatasi oleh aturan. Ia bertanya kepada mereka, “Jika anakmu atau lembumu jatuh ke dalam sumur pada hari Sabat, apakah kamu tidak akan segera menariknya keluar?” Mereka tidak bisa menjawab. Karena mereka tahu, dalam hati mereka, bahwa kasih sejati tidak menunggu waktu yang “tepat” untuk memberikan pertolongan dan bertindak.

Yesus pun, menyembuhkan si sakit tersebut. Ia tidak peduli bahwa tindakannya akan dikritik oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ia lebih peduli pada penderitaan orang yang sakit itu dan segera memberikan pertolongan, serta menyembuhkannya.

Bayangkan kita sedang hadir dalam sebuah rapat penting di kantor. Tiba-tiba, kita mendapat kabar bahwa anak kita yang kita kasihi, demam tinggi di rumah. Secara aturan, kita tidak boleh meninggalkan rapat penting tersebut. Tetapi sebagai orang tua, kita tahu bahwa anak kita lebih penting dari rapat tersebut. Kita akan segera keluar, meninggalkan rapat tersebut dan segera pulang ke rumah, dan merawat anak kita yang sakit tersebut. Karena kasih selalu mendahulukan kebutuhan orang lain.

Begitu juga dalam kehidupan rohani. Kadang kita terlalu sibuk dengan aturan, tradisi, atau rutinitas. Kita lupa bahwa inti dari semua itu adalah kasih. Kita mungkin rajin ke gereja, aktif dalam pelayanan, tetapi apakah kita peduli pada orang-orang yang kesepian, sakit, terluka, berkekurangan dan membutuhkan pertolongan kita, karena orang-orang itu ada di sekitar kita?

Apa yang dapat kita pelajari bersama dari Lukas 14:1-6 tersebut:

Pertama, Yesus mengajarkan bahwa kasih harus menjadi dasar dari setiap tindakan kita. Aturan itu penting, tapi tidak boleh menghalangi kita untuk berbuat baik. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mulai dengan hal kecil: menolong teman yang sedang kesulitan, mendengarkan dan menghibur orang yang sedang sedih dan berduka, atau memberi waktu untuk orang tua kita yang sudah tua dan rindu untuk bertemu dan berbicara dengan kita.

Kedua, Yesus mengajarkan bahwa berbuat baik, kadang membutuhkan keberanian, terutama ketika tindakan kita tidak disukai oleh orang lain. Saat itu, Yesus tahu bahwa menyembuhkan orang pada hari Sabat akan membuat para pemimpin agama marah, karena menurut aturan mereka, itu dianggap melanggar hukum. Tapi Yesus tetap melakukannya, karena Ia tahu bahwa menolong orang yang sakit dan menderita adalah hal yang benar.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kadang kita juga menghadapi situasi seperti itu. Misalnya, kita melihat teman di sekolah atau di kantor dibully atau diperlakukan tidak adil. Banyak orang memilih diam karena takut ikut terseret masalah atau dikucilkan. Tapi jika kita tahu bahwa membela orang yang lemah adalah hal yang benar, kita harus berani melakukan pembelaan tersebut, meskipun tidak semua orang setuju.

Berbuat baik memang tidak selalu mudah. Kadang kita harus melawan arus, melawan kebiasaan, bahkan melawan tekanan dari lingkungan. Tapi Yesus menunjukkan bahwa kasih dan kebaikan tidak boleh ditunda atau dibatasi oleh aturan atau rasa takut. Jika kita tahu itu benar dan membawa kebaikan bagi orang lain, kita harus berani melakukannya.

Ketiga, Yesus mengingatkan kita untuk tidak menjadi orang yang hanya melihat aturan, tapi lupa melihat manusia. Orang Farisi lebih fokus pada hukum Sabat daripada penderitaan pria yang sakit. Dalam hidup kita, jangan sampai kita terlalu sibuk menilai orang lain, sampai lupa mengasihi mereka.

Renungan dari Lukas 14:1–6 mengajak kita untuk memeriksa kembali hati kita. Apakah selama ini kita lebih mementingkan aturan, atau justru peduli untuk menolong orang-orang yang sedang membutuhkan belas kasihan dan pertolongan kita? Apakah kita berani berbuat baik, meskipun tindakan itu mungkin tidak sesuai dengan kebiasaan umum atau membuat kita keluar dari zona nyaman?

Yesus tidak menunda-nunda untuk menunjukkan kasih. Ia langsung bertindak saat melihat ada orang yang membutuhkan pertongan dan belas kasihan-Nya. Mari kita belajar dari teladan-Nya. Di dunia ini, aturan sudah banyak, yang benar-benar kita butuhkan adalah hati yang mau peduli dan mau menolong, serta mengasihi sesama kita.

Penulis

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *