Kekuatan Perempuan (13 Februari 2025)

Renungan dari bacaan: Kejadian 2: 18-25 dan Markus 7: 24-30.
Lalu kata Yesus kepada perempuan itu, “karena perkataanmu itu, pergilah, setan sudah keluar dari anakmu” (Mark. 7:29).

Beberapa tahun yang lalu, salah seorang adik perempuan saya mengalami kecelakaan lalu lintas. Ia tertabrak angkot dari belakang, ketika motornya sedang berhenti di perempatan jalan karena lampu merah. Akibatnya, dia terpental ke arah depan sejauh tiga meter, menurut saksi mata. Hasil pemeriksaan medis menyatakan ada pendarahan otak, dan ia harus dirawat di ruang khusus guna perawatan selanjutnya. Kejadian ini mengakibatkan duka yang mendalam bagi kami sekeluarga, utamanya ibu. Sejak itu ibu lebih sering berada di rumah sakit menemani adik daripada di rumah. Ibu terlihat lelah walau tak mengeluh. Beberapa saudara juga ikut menemani ibu secara bergantian. Ibu juga masih disibukkan dengan berbagai hal: mencari info berkenaan dengan kelanjutan perawatan adik, mengusahakan adik tetap mendapat pendidikan selama rawat rumah, dan tetap setia mengikuti Misa di kapel Rumah Sakit, hingga adik diizinkan rawat rumah. Bisa dibayangkan betapa banyak hal berubah. Ibu jarang keluar rumah kecuali keadaan mendesak. Kegembiraan keluarga berkurang dan sikon seperti ini berlangsung lama sampai akhirnya adik dinyatakan sembuh. Betapa uletnya ibu kami.

Dalam Injil Markus diceritakan tentang seorang ibu, tepatnya perempuan Siro-Fenisia yang percaya, sementara dalam Injil Matius ia disebut perempuan Kanaan yang percaya. Keduanya berada di daerah yang sama, hanya dulu dikenal dengan nama Siro-Fenesia. Ketika Yesus pergi ke daerah Tirus, ibu ini, yang anak perempuannya kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan sujud di depan kaki-Nya (Mark. 7:25). Sikap sujud yang dilakukan ibu tersebut menunjukkan kepercayaannya bahwa di depannya itu sedang berdiri sang Ilahi. Kepercayaannya ini melahirkan semangat doa yang penuh kasih bagi anaknya. Ibu itu rela merendahkan diri dan dengan semangat kasih yang luhur ia memohon agar Yesus mengusir setan dai anak perempuannya yang sedang sakit. Dengan gigih ia berteria-teriak, pantang menyerah, memohon belas kasihan Yesus, “Kasihanilah aku, ya Tuhan…” (Mat. 15:22), padahal yang sakit anaknya, bukan dirinya. Ia menganggap anaknya adalah dirinya sendiri. Ibu ini memiliki kasih yang besar akan anaknya. Doa ibu selalu untuk anak.

Jawaban Yesus sungguh mengejutkan, kalau tidak mau dikatakan mengecewakan, “Lalu Yesus berkata kepadanya, “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing” (Mrk. 7:27). Pada masa itu, anjing dianggap sebagai binatang liar, tinggal di luar rumah tapi bersahabat dengan orang rumah. Yesus ingin mengatakan siapa identitas perempuan ini. Ia seakan mau mengatakan: andai kata kamu tahu siapa dirimu itu. Perempuan itu menjawab bahwa anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah roti yang dijatuhan anak-anak (Mrk. 7:28). Permpuan itu pandai, multi tasking. Ia tidak kehilangan akal dan putus asa. Ia ulet dan tidak egois. Ketika mendapat kesempatan untuk meminta sesuatu, yang diminta adalah kesembuhan anaknya.

Markus mengajarkan kepada anggota jemaat kristiani agar jangan pernah takut gagal dan lekas menyerah. Orang harus berusaha terus, lagi dan lagi.  Tuhan selalu menyertai kita. Tuhan selalu membuka peluang bagi kita, dan banyak peluang. Dari sebab itu, kita jangan fokus pada kegagalan melainkan percaya pada penyertaan Tuhan. Yesus juga pernah gagal pada kedatangan-Nya yang pertama di daerah non Yahudi. Namun, Ia berhasil dengan misi-Nya ddalam kedatangan-Nya yang kedua, di Kanaan.

Semoga kita juga bisa mengembangkan dan mengimplementasikan kekuatan-kekuatan doa, kegigihan, kasih yang besar, dan tidak menjadi orang yang egois.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *