Keyakinan akan iman yang menyelamatkan (5 Februari 2025)

Renungan dari Bacaan Ibrani 12 : 4 – 7, 11 – 15 dan Markus 6 : 1 – 6
“Ia merasa heran karena mereka tidak percaya” (Markus 6 : 6)

Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat di kampung halaman-Nya. Ia memberitakan Injil dengan penuh hikmat dan menyembuhkan banyak orang. Namun, secara mengejutkan banyak di antara  mereka malah menolak Dia. Alasannya, bukan karena ia menyampaikan ajaran sesat, melainkan karena mereka mengenal Yesus hanya sebagai seorang anak tukang kayu. Akibatnya Yesus tidak membuat mukjizat di sana dan Ia merasa heran dengan ketidak-percayaan mereka terhadap apa yang dilakukan-Nya.

Dalam pelayann kita juga mungkin mengalami penolakan dari orang-orang di lingkungan maupun di Gereja. Penolakan seperti ini kadang membuat kita minder dan tidak berani tampil.  Contohnya terjadi di lingkungan saya sendiri. Sudah dua tahun belakangan ini saya mengajak umat di lingkungan untuk setiap hari membaca KS sesuai dengan kalender Liturgi lalu secara bersama-sama merenungkan pesan Tuhan untuk lingkungan kita. Selanjutnya kita membuat refleksinya serta implementasinya agar firman itu menghasilkan buah-buah  kebaikan dan dapat dibagikan kepada keluarga di lingkungan. Itulah misi saya sejak dua tahun yang lalu. Namun, misi itu ternyata seperti terhalang tembok yang sulit ditembus. Ajakan saya tidak direspon bahkan diabaikan. Setiap kali saya menyampaikannya, mereka hanya diam seribu bahasa.  Saya sedih dan bingung, tidak tahu apa yang harus dibuat agar umat lingkungan mau membiasakan diri membaca KS, yang adalah jalan, kebenaran, dan hidup.  Hal ini membuat saya agak sedih sekaligus merasa kasihan. Meskipun demikian saya tetap mau belajar untuk meningkatkan Iman saya, agar kepercayaan saya pada Tuhan dan kerinduan pada Dia lebih besar daripada keinginan duniawi.

Di sisi lain, kepercayaan yang setengah-setengah dapat menghalangi kita untuk merasakan kasih Tuhan. Dari sebab itu, kita perlu membuka hati dan pikiran untuk menerima berkat, rahmat, dan anugrah dari Tuhan. Dengan demikian kita akan selalu merasa dekat dengan Tuhan dan merasakan kasih-Nya yang luar biasa: memberi hidup baru setiap hari dan berkat untuk menjalani hidup sehari-hari. Kepercayaan yang setengah-setengah justru akan sangat merugikan kita karena kita tidak dapat merasakan kasih Tuhan secara penuh.

Sebagai pengikut kristuskita diminta untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Dia. Untuk itu kita perlu belajar menerima tantangan dan cobaan hidup dengan menyadari bahwa Tuhan selalu menyertai hidup kita sehingga tidak perlu dikuatirkan. Dari mana kesadaran itu kita peroleh? Tentu Firman-Nya dan pergulatan hidup kita. Untuk membebaskan diri dari keinginan-keinginan duniawi kita perlu mendengarkan Firman-Nya melalui KS yang kita baca dan renungkannya.   Ketidakpercayaan kepada Tuhan dapat menghalangi seseorang mengalami kasih Tuhan, dan kuasa Tuhan pun sulit bekerja dalam hatinya. Betapa sering orang menolak dan bersikap skeptis terhadap Firman Tuhan meskipun ia beribadah secara rutin. Akibatnya Firman Tuhan masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan dengan sia-sia. Sehubungan dengan ini saya teringat akan kata-kata Yesus yang dicatat Yohanes, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat tapi percaya”  (Yoh. 20 :29 ). Para murid percaya setelah mengalami kebangkitan dan hidup bersama Yesus. Demikian pula Tomas percaya setelah menaruh jarinya di lambung Yesus.  Namun, kita yang hidup di zaman sekarang akan berbahagia meskipun tidak melihat tetapi percaya. Mungkin kita tidak melihat hal-hal ajaib dalam hidup kita seperti para rasul, namun dalam iman, kita percaya bahwa hal-hal sederhana yang terjadi dalam hidup kita merupakan bentuk intervensi ilahi: semua itu adalah mukjizat-Nya untuk kita. Dengan demikian, tidak akan terjadi bahwa Yesus heran karena kita tidak percaya.

Penulis
Bible Learning Loving The Truth

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *