Komunikasi Dengan Tuhan (16 Januari 2025)

(Renungan dari Bacaan: Ibrani 3 : 7 – 14, Markus 1: 40 – 45)

Di zaman yang sangat sibuk ini, kadang-kadang kita tidak punya waktu untuk berkomunikasi. Kita berasumsi bahwa semua orang sudah mengerti apa yang kita mau. Padahal sebagai makhluk sosial, komunikasi sangatlah penting. Melalui komunikasi, terutama komunikasi verbal, kita mengungkapkan pandangan kita, perasaan, dan keinginan kita, sehingga orang lain bisa memahaminya. Komunikasi yang jujur, bukan saja mencegah kesalahpahaman, melainkan juga dapat membangun relasi yang erat di antara kita.

Yesus di dalam bacaan injil hari ini mengingatkan kita bahwa Ia menunggu kita berkomunikasi dengan-Nya. Ketika Yesus lewat dekat seorang penderita penyakit kulit, tentu saja Ia tahu apa yang diinginkan oleh orang itu. Namun, Ia menantikan orang itu mengungkapkan keinginannya, bukan hanya memakai bahasa kebatinan. “Kalau Engkau mau Engkau dapat menahirkan aku” (Mrk. 1:40). Orang sakit itu mengungkapkan keyakinannya bahwa Yesus mampu menahirkan dia dan keinginannya bahwa Yesus mau menahirkan dia. Komunikasi ini telah menggerakkan hati Yesus oleh belaskasihan sehingga Ia mau menyentuh orang itu, dan berkata, “Aku mau, jadilah tahir” (Mrk. 1:41). Terjadilah komunikasi timbal balik antara Yesus dan orang sakit kulit itu, komunikasi yang membangun relasi yang erat, relasi yang membawa kesembuhan.

Komunikasi kita sebagai anak-anak Tuhan bisa kita lakukan melalaui doa. Kita bercerita kepada Tuhan tentang keseharian kita, termasuk masalah-masalah yang kita hadapi. Dengan rendah rendah hati kita memohon bantuan Nya seperti orang yang berpenyakit kulit tersebut. Ia “datang kepada Yesus, dan sambil bersujud di hadapan-Nya ia memohon bantuannya” (Mrk. 1:40). Tentu saja isi komunikasi kita tidak semata-mata memohon melainkan juga memuji dan bersyukur kepada Tuhan, sehingga walaupun tidak ada kebutuhan yang mendesak kita tetap merasakan adanya urgensi untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Dengan komunikasi itu kita membuka diri kita untuk mempersilahkan Tuhan merajai kehidupan kita. 

Komunikasi perlu dilakukan dengan baik. Tidak semua hal bisa dikomunikasikan. Adakalanya lebih baik diam daripada berbicara, lebih baik tidak mengkomunikasikan sesuatu daripada melakukannya, karena bisa berdampak buruk. Hal itulah yang terjadi dengan orang sakit kulit ini. Karena ia penuh sukacita, ia tidak mampu memendam sukacitanya. Ia ingin membaginya dengan orang lain, sehingga ia memberitakan dan menyebarkan peristiwa penyembuhannya ke mana-mana. Ia lupa akan pesan Yesus untuk tidak mengatakan sesuatu kepada siapa pun. Niat baiknya, malah akhirnya berbuah negatif: Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota (Mrk. 1:45).

Banyak orang harus mencari jasa-jasa professional untuk bisa mempunyai tempat berkomunikasi. Banyak orang lupa bahwa ia diberikan kesempatan untuk bisa komunikasi dengan Tuhan yang paling mengasihi kita, kapan pun dan di mana pun. Ia selalu siap sedia mendengarkan dan menjawab kita. Dia benar-benar dapat berperan sebagai teman dekat untuk curhat, untuk diajak bercerita tentang apa saja, bahkan untuk dimintai bantuan. Apakah kita sudah memanfaatkan kesempatan emas ini? Di dalam keseharian kita berapa banyak waktu yang kita sediakan untuk berkomunikasi dengan Tuhan?

Penulis
Bible Learning Loving The Truth

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *