Renungan dari Bacaan Sirakh 1 : 1 – 10 dan Markus 9 : 14 – 29 “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” (Mrk.9:24) |
Dialog Yesus dengan ayah anak yang kerasukan roh yang membisukan benar-benar menggetarkan. Betapa tidak, ia mungkin baru pertama kali bertemu dengan Yesus, tetapi ia bisa menunjukkan perkembangan iman dan kerendahan hati yang sangat mencengangkan. Berbeda sekali dengan para murid yang sudah lama mengikut Yesus, bahkan tinggal bersama,Yesus. Dari mana ayah ini memperoleh sikap iman seperti itu? Apakah dari keadaan terdesak dan hampir putus asa karena anaknya yang sudah menderita sakit sejak kecil? “Tetapi jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.” (Mrk. 9:22).
Dia belum mengenal Yesus, sehingga ia berkata “Jika Engkau dapat…”. Namun, ketika Yesus menjawab, “Katamu: Jika Engkau dapat? Segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya!” (Mrk. 9:23), ia pun segera berteriak, “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” (Mrk. 9:22-24). Ya, dia percaya! Dan kepercayaannya itu diungkapkan dengan teriakan!!! Penuh semangat, keyakinan, dan harapan. Namun, ia juga menyadari kelemahannya, kedangkalan imannya, karena itu ia segera menambahkan, “Tolonglah aku yang tidak percaya ini”. Ia sadar bahwa imannya masih lemah dan rapuh. Dengan rendah hati ia mengakui bahwa imannya sebetulnya belum seberapa, masih dalam tahap awal, bahkan masih tergolong seperti orang yang belum percaya. Karena itu, ia memohon agar Yesus menolongnya. Mukjizat pun terjadi.
Lalu, bagaimana dengan para murid? Mengapa mereka tidak mampu membebaskan anak ayah itu dari kuasa roh yang membisukan? Bukankah mereka telah diberi kuasa atas roh-roh jahat, dan diberi kesempatan untuk praktik lapangan mewartakan Injil antara lain dengan mengusir roh-roh jahat? (Mrk. 6:5-7)? Apakah mereka tidak malu ketika orang berkata kepada Yesus, “Aku sudah meminta kepada murid-murid-Mu, supaya mereka mengusir roh itu, tetapi mereka tidak dapat (Mrk. 9:18)? Apakah mereka tidak merasakan kekeceaan Yesus di balik kata-kata berikut ini, “Hai generasi yang tidak percaya, sampai kapan Aku harus tinggal di antara kamu? Sampai kapan Aku harus sabar terhadap kamu?”(Mrk. 9:19)? Terbukti memang, Yesus sangat sabar terhadap mereka.
Sudah cukup lama para murid mengikuti Yesus, tetapi mereka masih belum juga sampai pada tahap kematangan iman. Iman memang membutuhkan proses pertumbuhan, naik turun melalui pengalaman jatuh bangun, gagal dan berhasil. Para murid pernah berhasil mengusir roh jahat, namun kali ini mereka gagal. Yesus tidak langsung menghakimi mereka, melainkan memberi pelajaran baru. Jenis-jenis roh jahat itu beragam, ada yang kelas ringan dan ada pula yang kelas berat. Pengalaman membuktikan bahwa memang ada roh jahat yang mudah diusir tetapi ada pula yang bandel, dan dibutuhkan doa yang cukup lama untuk mengusirnya.
Kali ini para murid rupanya menghadapi roh kelas berat dan Yesus memberi pelajaran tambahan kepada mereka: “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan doa.” Mereka perlu mennyadari besarnya kuasa doa, dan tidak melupakannya ketika melakukan karya pelayanan. Dalam doa mereka menunjukkan kerendahan hati bahwa mereka tidak dapat mengusir roh jahat dengan kekuatan sendiri, melainkan dengan kuasa Allah. Doa lahir dari kesadaran bahwa iman mereka masih lemah dan dengan berdoa iman pun dikuatkan. Mereka perlu berkata seperti ayah anak yang kerasukan roh itu, “Aku percaya. Ya aku percaya dapat mengusir roh jahat itu. Tetapi, tolonglah aku yang tidak percaya ini”.
Penulis
