Membuka hati untuk menerima kuasa penyembuhan dari Tuhan (1 April 2025)

Renungan dari bacaan Yehezkiel 47 : 1 – 9.12 dan Yohanes 5:1-3.5-16
“Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk.” (Yohanes 5:14)

Renungan hari ini membawa kita ke dalam kisah penyembuhan seorang pria yang telah menderita selama 38 tahun di kolam Betesda. Kisah ini bukan sekadar tentang mukjizat penyembuhan fisik, tetapi juga tentang harapan, kesabaran, dan kuasa Tuhan yang melampaui segala keterbatasan manusia. Kolam Betesda, dengan lima serambinya, menjadi tempat penantian bagi banyak orang sakit yang berharap pada goncangan air kolam sebagai tanda kesembuhan. Di tengah kerumunan itu, Yesus melihat seorang pria yang telah lama menderita, dan dengan belas kasihan, Ia bertanya, “Maukah engkau sembuh?” Pertanyaan ini bukan hanya tentang kesembuhan fisik, tetapi juga tentang kesediaan untuk menerima perubahan dan harapan baru.

Pria itu menjawab dengan keluh kesah, mengungkapkan ketidakmampuannya untuk mencapai kolam saat airnya bergoncang. Ia merasa terabaikan dan tidak berdaya. Namun, Yesus tidak terpaku pada keterbatasan manusia. Ia memberikan perintah yang sederhana namun penuh kuasa: “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.” Dan seketika itu juga, pria itu sembuh. Mukjizat ini bukan hanya tentang penyembuhan fisik, tetapi juga tentang pemulihan harapan dan martabat manusia. Yesus tidak hanya menyembuhkan tubuh, tetapi juga memulihkan jiwa yang telah lama terluka.

Kisah ini juga menyoroti konflik antara kasih dan hukum. Orang-orang Yahudi mempersoalkan tindakan Yesus yang menyembuhkan pada hari Sabat, menunjukkan betapa hukum dapat membutakan hati manusia terhadap kasih dan belas kasihan. Yesus, sebagai Tuhan atas hari Sabat, menunjukkan bahwa kasih dan kebaikan harus diutamakan di atas segala hukum. Ia datang untuk memulihkan dan memberikan hidup, bukan untuk menghukum.

Pesan Yesus kepada pria yang telah disembuhkan, “Jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk,” mengingatkan kita bahwa kesembuhan sejati melibatkan perubahan hati dan hidup. Yesus tidak hanya menyembuhkan penyakit fisik, tetapi juga penyakit rohani, yaitu dosa yang memisahkan manusia dari Tuhan. Kisah ini mengajak kita untuk merenungkan, apakah kita telah sungguh-sungguh sembuh dari segala penyakit, baik fisik maupun rohani? Apakah kita telah membiarkan kasih Tuhan memulihkan harapan dan martabat kita? Semoga kita senantiasa membuka hati untuk menerima kuasa penyembuhan Tuhan dan hidup dalam kasih-Nya.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *