Misi Hidup Kita (11 Juni 2025)

Renungan dari bacaan Kis 11 : 21b – 26,13 : 1 – 3 dan Matius 10 : 7 – 13
Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Surga sudah dekat. (Matius 10:7)

Pernahkah kita berpikir atau merenungkan dalam hidup ini, “Apa ya, sebenarnya yang harus kita lakukan sebagai orang percaya di dunia ini? Atau dalam bahasa mudahnya, apakah misi hidup kita di dunia ini?” Di tengah segala kesibukan pekerjaan, keluarga, dan berbagai tantangan hidup, pertanyaan seperti itu wajar saja muncul. Nah, kalau kita buka Matius 10:7-13, kita akan menemukan jawaban yang sangat jelas dan langsung dari Yesus sendiri. Perikop ini adalah semacam “panduan tugas” yang Yesus berikan kepada murid-murid-Nya, dan luar biasanya, tugas itu masih sama dan menjadi misi kita juga hari ini: kita diutus untuk membawa kabar baik tentang Kerajaan Allah.
Bayangkan, Yesus menyuruh murid-murid-Nya pergi dan memberitakan sebuah pesan sederhana tetapi jelas dan tegas: “Kerajaan Sorga sudah dekat!” Ini bukan cuma soal surga yang akan kita tuju nanti setelah meninggal. Lebih dari itu, ini adalah kabar gembira bahwa Tuhan itu sudah hadir, berkuasa, dan bekerja di tengah-tengah kita, sekarang juga. Artinya, kita tidak perlu menunggu waktu yang tepat atau tempat yang sempurna; Tuhan sudah ada di sini, di setiap sudut kehidupan kita, sehari-hari, di dunia ini.
Maka, sebagai pengikut Kristus, hidup kita harus menjadi bukti nyata dari kedekatan dengan Tuhan tersebut. Kita bukan cuma orang yang tahu banyak tentang cerita Alkitab, doktrin-doktrin agama, atau ajaran-ajaran Gereja. Kita adalah orang-orang yang menunjukkan kehadiran Tuhan itu melalui tindakan kita sehari-hari. Ketika kita memilih untuk bersikap adil dan bijaksana di kantor, ketika kita mampu memberikan pengampunan/maaf dalam sebuah perselisihan keluarga, atau saat kita membawa perdamaian di antara teman-teman yang bertengkar, di saat itulah kita sedang memberitakan bahwa “Kerajaan Surga” itu nyata. Hidup kita menjadi cerminan dari nilai-nilai Kerajaan-Nya, sehingga orang lain bisa melihat dan merasakan sendiri kehadiran Tuhan yang penuh kasih dan penuh arti, bagi orang-orang di sekeliling hidup kita.
Yang paling menakjubkan, Yesus tidak cuma menyuruh murid-murid-Nya bicara. Dia juga memberi mereka kuasa untuk menegaskan pesan itu: “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang yang sakit kulit; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, berikanlah pula dengan cuma-cuma.” (Mat. 10:8). Kuasa ini diberikan supaya orang-orang tahu bahwa kabar yang mereka bawa itu bukan bualan atau lelucon, tetapi sebuah kenyataan yang hidup dan penuh kekuatan serta arti. Sekarang, mungkin kita tidak diminta melakukan mukjizat persis seperti itu setiap hari. Namun, kita diberi kuasa Roh Kudus yang memampukan kita untuk membawa perubahan positif di sekitar kita. Kuasa itu bisa membuat kita memberikan kesembuhan batin, lewat telinga yang mau mendengar, “membangkitkan” kembali semangat orang yang hampir menyerah dengan dorongan tulus kita, atau “membersihkan” hubungan yang rusak dengan berani meminta maaf dan berdamai. Ingat, semua anugerah ini adalah hadiah dari Tuhan yang kita terima dengan cuma-cuma, maka kita pun harus memberikannya tanpa pamrih.
Lalu, Yesus juga memberi nasihat praktis tentang bagaimana mereka harus hidup selama menjalankan misi: “Janganlah membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah membawa kantong perbekalan dalam perjalanan. janganlah membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapatkan nafkahnya.” (Mat. 10:9-10). Intinya bukan menyuruh kita menjadi miskin atau menderita, tetapi tentang prioritas dan kepercayaan penuh pada Tuhan. Yesus ingin mereka fokus pada misi utamanya, bukan sibuk mengkhawatirkan kebutuhan materi. Dia bahkan menjamin, “sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.” Ini adalah undangan bagi kita untuk merenungkan, apakah kekhawatiran kita tentang uang, harta, atau kenyamanan hidup justru menghalangi kita untuk bersaksi tentang Tuhan? Ketika kita terlalu fokus menumpuk kekayaan atau terlalu khawatir soal masa depan, energi kita bisa jadi beralih dari panggilan utama kita. Yesus mengajak kita untuk melepaskan beban yang tidak perlu dan menaruh kepercayaan sepenuhnya pada pemeliharaan Allah, supaya kita bisa fokus pada tugas kita sebagai duta Kerajaan-Nya.
Terakhir, Yesus mengajarkan tentang kebijaksanaan dalam menyampaikan pesan: mencari orang yang “layak” dan membawa damai sejahtera. “Jika mereka layak menerimanya, salam damaimu itu turun ke atasnya, jika tidak, salam damaimu kembali kepadamu.” (Mat. 10:13). Ini bukan berarti kita sombong atau pilih-pilih teman. Ini tentang bijaksana dalam memberitakan Injil. Kita dipanggil untuk menaburkan benih kebaikan dan damai, ke mana pun kita pergi, dengan keyakinan bahwa pesan itu membawa damai sejati. Tetapi, kita perlu menerima kenyataan pula bahwa tidak semua orang akan siap menerima kabar baik itu dengan hati terbuka. Jika ada penolakan, Yesus bilang, damai itu akan “kembali” kepada kita. Itu bukan tanda kita gagal, tetapi sebuah petunjuk bahwa damai dan usaha kita lebih baik dibawa ke tempat lain yang lebih terbuka dan membutuhkannya, serta mau menerimanya.
Pada akhirnya, Matius 10:7-13 adalah pengingat kuat: kita semua adalah utusan Tuhan yang diperlengkapi dengan pesan Kerajaan Allah dan kuasa-Nya. Bagaimana kita bisa lebih berani dan nyata dalam memberitakan kabar baik ini melalui hidup dan perkataan kita setiap hari?

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *