Orang Benar Akan Hidup Oleh Iman (13 Januari 2025)

(Renungan dari Bacaan Ibrani 1:1-6, Markus1:14-20)

Sejak dahulu, kalau memulai pembelajaran mengenai ilmu, saya yakin bahwa ada perbedaan dalam hal kebenaran. Kebenaan ilmu itu relatif dan kebenaran agama itu mutlak. Kebenaran ilmu itu relatif dalam arti sifatnya sementara, kalau ada ilmuwan lain yang menemukan sesuatu (penjelasan) yang dianggap lebih baik dari kebenaran ilmu I (penjelasan) yang berlaku saat itu, maka penjelasan yang lebih baik daripada penjelasan yang dapat diberikan oleh kebenaran sebelumnya akan dapat digantikan oleh kebenaran melalui penjelasan yang lebih baru. Contohnya: dahulu orang berpendapat bahwa makhluk hidup bisa berasal dari benda mati karena ada jentik-jentik yang muncul dalam air, kini diketahui bahwa makhluk hidup hanya ada karena ada makhluk hidup sebelumnya, jentik-jentik ada dalam air karena ada nyamuk yang sebelumnya bertelur dalam air, telur nyamuklah yang menetas menjadi jentik-jentik itu.

Akhir-akhir ini saya memikirkan mengenai adanya perbedaan dalam hal kebenaran yang diyakini oleh agama yang berbeda. Ternyata sesuatu yang dianggap benar dalam ajaran agama tertentu bisa dianggap tidak benar dalam ajaran agama lainnya. Apakah memang ada banyak kebenaran? Apakah hal ini tidak berarti bahwa kebenaran yang ada dalam suatu agama itu sebenarnya adalah kebenaran yang relatif juga kalau dinilai dari sudut pandang agama lainnya?

Saya pernah berdiskusi melalui Whatsapp mengenai Tuhan (Allah) yang benar dengan salah seorang teman lama yang membelajarkan mahasiswa di kampus lain yang memiliki agama yang lain. Menurutnya, seharusnya hanya ada satu Allah yang benar yang disembah oleh semua manusia. Benarkah? Diskusi berlanjut sampai kepada Kesimpulan bahwa Tuhan (Allah) yang dia sembah dengan Allah yang saya sembah tidaklah sama. Bagaimana menilai Tuhan (Allah) siapakah yang benar?

Dalam bacaan pertama hari ini dikatakan bahwa “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dengan pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi, pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan anak-Nya yang telah Ia tetapkan sebagai ahli waris segala sesuatu” (Ibr. 1: 1-2). “Dengan pelbagai cara”, misalnya melalui karya penciptaan kita mengenal Allah Pencipta, melalui sejarah Israrel, Allah dikenal sebagai Pembebas dari perbudakan di Mesir. Namun, pengenalan akan Allah melalui alam dan peristiwa tidaklah serta merta jelas melainkan samar-samar, perlu penafsiran khusus yang memiliki kemungkinan salah tafsir. Akhirnya kita bersyukur bahwa Allah akhirnya berbicara kepada kita melalui anak-Nya, Yesus Kristus. Melalui hidup, kata, dan perbuatan-Nya kita bisa mengenal Allah dan kehendak-Nya, yakni menghadirkan Kerajaan Allah.

Anak Allah itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita, tetapi masih begitu banyak orang yang tidak mengakui Dia sebagai Anak Allah, sebagai kehadiran Kerajaan Allah. Mengapa? Kerajaan Allah memang sudah dekat, sudah ada di tengah-tengah kita, tetapi dibutuhkan tanggapan dari manusia: bertobat, yakni percaya kepada Injil (Mrk. 1:14). Bertobat mengandaikan kesiapan untuk suatu perubahan. Nyatanya, tidak semua orang siap menerima dan melakukan perubahan. Kepada Simon dan Andreas, Yesus berkata, “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mrk. 1:17). Mereka dipanggil untuk mengikuti Yesus dan panggilan itu membawa perubahan hidup. Semula Simon dan Andreas berprofesi sebagai penjala ikan. Mereka menangkap ikan untuk memanfaatkan ikan itu bagi kepentingan mereka, entah dimakan langsung atau dijual. Kini, mereka dipanggil untuk menjala manusia, membawa mereka mengimani Yesus Kristus. Setelah menjala mereka, para murid bukan memanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi atau meraih keuntungan dari mereka, sebaliknya harus tetap menuntun mereka hingga ke tujuan akhir.

Pernah terjadi jemaat diminta untuk menjala manusia, membawa orang masuk menjadi anggota suatu Gereja. Jika berhasil, mereka akan mendapat sejumlah uang sebagai upahnya. Apakah tugas luhur ini bisa kita katakan perbuatan menjala manusia seperti menjala ikan: meraih keuntungan dari orang yang dijala?

Bagaimana pun juga, seruan Yesus hari ini ditujukan kepada kita: “Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” Ya, Tuhan, tunjukkanlah kepadaku cara hidup yang mana yang harus kuubah hari ini, karena tidak sejalan dengan Kerajaan-Mu.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *