Renungan dari bacaan kisah para rasul 8:1b-8 dan Yohanes 6:35–40 “Akulah roti kehidupan. Siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan pernah lapar lagi, dan siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia tidak akan pernah haus lagi.” (Yoh. 6:35). |
Dalam Yohanes 6:35–40, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai roti kehidupan dan siapa saja yang datang kepada-Nya tidak akan pernah lapar lagi dan tidak akan dibuang. Siapa saja yang percaya kepada-Nya tidak akan pernah haus lagi dan akan memperoleh hidup yang kekal. Yesus menunjukkan bahwa Ia tidak hanya peduli terhadap kebutuhan jasmani manusia, melainkan juga kebutuhan rohani. Ia terutama ingin mengenyangkan jiwa manusia untuk selalu dekat dengan Tuhan dalam keabadian.
Menarik bahwa sepanjang pelayanan-Nya, Yesus sering terlibat dalam kegiatan makan bersama. Ia hadir dalam perjamuan di rumah orang berdosa (Mrk. 2:15-17, Mat. 9:10-13, dan Luk. 5:27-32). Ia memberi makan ribuan orang (Mat. 14:13-21, Mrk. 6:30-44, Luk. 9:10-17, dan Yoh. 6:1-15). Namun, makan bersama ini bukan hanya soal kebersamaan fisik, melainkan juga sarana untuk menyampaikan pesan rohani. Ia ingin menunjukkan bahwa sebagaimana tubuh kita butuh makanan untuk bertahan hidup, jiwa kita pun butuh “makanan” rohani, dan hal itu hanya dapat dipenuhi oleh Dia, Sang Roti Hidup.
Saat merenungkan hal ini, saya tersadar bahwa hidup saya pun sering kali dipenuhi berkat: kesehatan, keluarga, pekerjaan, bahkan pengalaman iman yang mendewasakan. Semua ini membuat saya “kenyang” secara rohani. Namun, rasa kenyang ini bukan untuk saya simpan sendiri. Kepenuhan ini seharusnya menjadi daya dorong untuk membagikan firman Tuhan, menjadi saluran kasih dan kebaikan kepada sesama.
Terkadang, membagikan firman dan kasih tidak selalu mudah. Ada penderitaan dan tantangan yang harus dihadapi, baik berupa penolakan, pergumulan batin, atau pengorbanan pribadi. Namun, justru di dalam penderitaan itulah saya belajar bahwa pelayanan sejati adalah seperti roti yang dipecah-pecahkan. Seperti Yesus yang rela menderita demi keselamatan dunia, saya pun dipanggil untuk memberi diri, bahkan dalam keadaan sulit, agar orang lain bisa mengalami kasih Allah.
Akhirnya, saya ingin agar hidup saya menjadi tanda mukjizat bagi sesama. Bukan dalam bentuk spektakuler, tetapi melalui kesetiaan, pengharapan, dan kasih dalam kehidupan sehari-hari. Ketika saya hidup dalam firman dan membagikannya, orang lain bisa melihat Tuhan bekerja, dan itu adalah mukjizat yang nyata.
Penulis


Komentar
keren pak