Renungan dari Bacaan Kisah Para Rasul 7 :55-60 dan Yoh 17:20-26 “Aku berdoa …. supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang mengutus Aku” (Yoh. 17:20-21). |
Doa adalah bagian yang sangat penting dalam hidup dan karya Yesus. Doa menjadi sarana komunikasi antara diri-Nya dengan Bapa-Nya. Dalam doa, Yesus tidak hanya mendoakan para murid tetapi juga berdoa untuk orang-orang yang percaya kepada-Nya berkat pemberitaan para murid. Inti doa itu adalah “supaya mereka semua menjadi satu” (Yoh. 17:21). Yesus menghendaki agar kesatuan para murid itu mengambil model kesatuan Yesus dan Bapa-Nya. Seperti Bapa ada di dalam Yesus dan Yesus ada di dalam Bapa, demikian pula kesatuan orang-orang yang percaya kepada-Nya.
Kemudian Yesus bicara tentang kemuliaan (Yoh. 17:22). Ketaatan Yesus pada kehendak Allah adalah kemuliaan-Nya. Kita pun akan memperoleh kemuliaan hidup bukan dalam berbuat apa yang sesuai dengan kehendak kita, melainkan dengan melakukan apa yang menjadi kehendak Allah, lalu hidup serupa dengan Yesus yang senantiasa menampilkan wajah Allah. Itulah kemuliaan bagi kita.
Yesus juga berdoa agar dunia tahu bahwa Bapa mengasihi orang-orang yang mengikuti Yesus, sama seperti Bapa mengasihi Yesus (Yoh. 17:23). Yesus mendoakan agar ada kesatuan dan kasih, karena jemaat Yohanes pada saat itu sedang mengalami perpecahan. Yesus menghendaki supaya mereka dapat memelihara kesatuan dan hidup saling mengasihi. Dunia akan mengenal mereka sebagai murid Yesus kalau mereka bersatu dalam kasih “…semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi (Yoh. 13:35). Kalau kehidupan orang beriman diwarnai oleh kasih satu dengan yang lain, hal itu dapat menjadi kesaksian yang dapat dipercaya bahwa kasih Allah ada di dalam mereka.
Doa Yesus bagi murid-murid di zaman-Nya berlaku juga bagi orang yang mengimani Dia dewasa ini. Yesus sudah melihat bahaya perpecahan yang akan menimpa para pengikut-Nya, entah karena perbedaan pendapat, suku, bangsa, dan terutama kesombongan dan sifat ego masing-masing individu. Yesus telah mengetahui kesulitan dan tantangan yang akan dihadapi orang-orang yang akan meneruskan misi-Nya. Sebab itu, Ia berdoa bagi mereka, bukan pertama-tama supaya mereka aman dan tenteram, bebas dari penderitaan, melainkan agar mereka menjadi satu, sama seperti Dia dan Bapa adalah satu (Yoh. 17:11.22).
Sejarah membuktikan betapa sulitnya para pengikut Kristus menjaga kesatuan itu. Gereja terpecah-pecah, karena orang telah mengalihkan pusat perhatiannya bukan pada Yesus melainkan pada dirinya sendiri. Seseorang yang merasa dirinya hebat, memiliki karunia istimewa, dengan mudah lalu mendirikan gereja baru, yang dia klaim sebagai gereja terbaik. Marilah kita belajar dari paduan suara. Jika masing-masing pribadi mau memamerkan suaranya, kehebatan dirinya lalu menyanyi sesuka hatinya, sesuai dengan yang ia anggap baik, koor itu akan kacau balau. Namun, begitu mereka mengarahkan perhatiannya pada dirigen, dan mengikuti iramanya, mereka akan menghasilkan paduan suara yang indah dan harmonis serta menyentuh banyak orang. Demikianlah pengikut Kristus, bila setiap orang tetap memusatkan perhatian-Nya pada Kristus, pada kemuliaan-Nya, dan bukan mencari kemuliaan pribadi, kesatuan kasih dan keharmonisan akan tercipta.
Ternyata, kesatuan itu merupakan kesaksian yang paling dahyat bagi Kristus. Kesatuan itu memiliki tujuan “supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku, dan bahwa Engkau mengasihi mereka , sama seperti Engkau mengasihi Aku” (Yoh. 17:21). Mengapa masih banyak orang yang tidak percaya kepada Kristus sebagai utusan Bapa? Mungkin salah satu penyebabnya ialah karena perpecahan di antara para pengikut-Nya. Saatnya kita terus berusaha bukan saja menghindari perpecahan yang baru, melainkan menyatukan kembali apa yang sudah pecah, tentu saja dengan semangat mau mengampuni. Tidak ada persatuan jika tidak ada pengampunan. Kiranya, doa Stefanus, menjelang kematiannya, bagi orang-orang yang merajam dia: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka”, menggerakkan kita untuk juga siap mengampuni orang-orang yang menjadi pemicu perpecahan.
Penulis

