Renungan hari ini dari bacaan Kebijaksanaan Salomo 9:13-18; Lukas 14:25-33. “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” ( Lukas 14:33) |
Hidup ini sungguh beraneka rupa. Kadang terasa manis dan kadang terasa pahit. Sebagai manusia kita semua tidak luput dari masalah. Setiap orang punya masalah dan tantangan hidup. Masing-masing juga punya cara dan pola pikir sendiri dalam menyikapi masalah dan tantangan hidup yang dihadapi. Ada orang yang bisa menghadapinya dengan tenang dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, ada pula yang sebaliknya, mudah terpancing emosi dan terburu-buru sehingga merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Tampaknya, penting sekali duduk terlebih dahulu untuk merenung dan mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan. Orang harus duduk dahulu untuk melakukan pembedaan roh (discernment). Pentingnya duduk dalam diam, hening, dan doa, ditegaskan oleh penulis Kitab Kebijaksanaan dalam bacaan hari ini: “Siapa gerangan sampai mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menganugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kau utus? Demikianlah diluruskanlah lorong orang yang ada di bumi, dan kepada manusia diajarkan apa yang berkenan pada-Mu, maka oleh kebijaksanaan mereka diselamatkan” (Keb. 9:17-18). Kiranya ayat ini meneguhkan kita untuk selalu memberikan waktu untuk duduk diam dalam doa dan keheningan pribadi.
Kita berada sendirian dalam doa, ketika kita “berada sendirian bersama Allah”. Pada saat seperti inilah duduk dahulu menjadi suatu tindakan doa kita. Dengan doa, kita percaya bahwa apa pun jawaban dan rencana Tuhan bagi kita, itulah yang terbaik dan terindah untuk kita, sekalipun kita tidak mengerti dan memahaminya. “Manusia manakah yang dapat mengetahui rencana Allah, atau siapakah yang dapat memahami apa yang dikehendaki Tuhan” (Keb. 9:13).
Penulis Kitab Kebijaksanaan pun menulis bahwa “badan yang fana membebani jiwa, dan kemah dari debu tanah ini memberatkan akal budi yang sarat pikiran” (Keb. 9:15). Yang dimaksud dalam ayat di atas adalah rumah maupun tubuh (bdk. 2Kor. 5:4), kemah dari debu tanah, merupakan harta milik yang membebani pikiran kita, dan darinya kita berjuang untuk melepaskan diri.
Yesus berkata bahwa kita harus meninggalkan harta milik kita untuk menjadi murid-Nya. Hal ini ditegaskan dalam Injil Lukas hari ini: “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk. 14:33). Hal itu tidak berarti bahwa kita harus menjual rumah kita, melainkan melepaskan diri darinya. Untuk menghasilkan buah sebagai murid Yesus, kita harus melepaskan diri dari segala harta dunia (Mrk. 4:19-20; Luk. 14:33). Tentu saja ini sebuah keputusan sadar yang mengandung komitmen untuk mengikuti-Nya, menyangkal diri, dan memikul salib kita setiap hari. Bila kita tidak sepenuh hati mengikuti Yesus melainkan hanya sekedar ikut-ikutan, ketika masalah, kesulitan, dan tantangan hidup menghadang, kita tidak mampu bertahan dalam komitmen untuk tetap setia mengikuti-Nya.
Bagi sebagian orang, mengikut Yesus mungkin berarti menjual sebagian harta miliknya, bagi orang lain, hal itu berarti menggunakan harta milik untuk Kerajaan Allah. Yesus menyatakan bahwa tidak seorang pun dapat melayani Allah dan perkara duniawi sekaligus. Jika kita berfokus pada harta benda, pada akhirnya kita tidak akan melayani Tuhan dan bahkan membenci-Nya (Mat. 6:24).
Oleh karena itu, baiklah dalam hidup sehari-hari, kita selalu menyisihkan waktu, bahkan waktu terbaik yang kita miliki, untuk duduk dalam diam dan hening bersama Tuhan untuk memperbaharui komitmen kita mengikuti Yesus dengan segenap hati dan jiwa. Yang tidak kalah penting adalah mengasihi sesama tanpa pandang bulu, tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, dan golongan.
Mari kita senantiasa berjuang untuk menjadi murid Yesus yang sejati, yang siap melepaskan harta milik pribadi demi menjadikan Kristus sebagai kekayaan kita. Sebab, kita percaya bahwa semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik-Nya yang harus kita gunakan untuk kemuliaan-Nya dan menjadi sarana berkat bagi banyak orang. Semoga demikian!
Penulis


satu Respon
Pengosongan diri. Hanya Tuhan yang ada dalam diri kita… KehendakNya yang utama, apa perutusannya pada diri kita. Kita bs paham dan bersedia ikutiNya dengan sikap tulus dan siap sedia.