Bacaan: Kej. 1:1-2:3; Lukas 24:1-12 “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit”. (Lukas 24: 5-6). |
(Audio Renungan dari: Dr. Paskalis Edwin, Play untuk mendengarkan)
Sekelompok jemaat merasa tidak nyaman merayakan vigili Paskah pada Sabtu malam jam 18.00 atau 21.00. “Kita sebaiknya merayakan Paskah pada waktu subuh, seperti jemaat Gereja Awali”, kata mereka. Sebab, keempat penginjil mencatat bahwa para wanita pergi ke kubur Yesus pagi-pagi benar (Mat. 28:1; Mrk. 16:2; Luk. 24:1), bahkan Yohanes menambahkan “ketika hari masih gelap (Yoh. 20:1). Sensasi perayaannya akan lebih seru, jika dalam perayaan Paskah mereka bisa merasakan peralihan dari gelap ke terang dengan terbitnya matahari. Demikianlah mereka menyanyikan puji-pujian Paskah di halaman terbuka. Namun, kidung pujian mereka terhenti, karena terdengar beberapa kokok ayam bersahut-sahutan. Rupanya, keluarga di dekat mereka beribadah memelihara banyak ayam jantan. Suara ayam makin keras dan sambung menyambung. Mereka diam menikmati suara kokok ayam sambil memandang satu sama lain. Pemimpin ibadah memecah kesunyian mereka: “Jangan cemas, kokok ayam ini tidak mengingatkan kita akan penyangkalan Petrus, melainkan menyerukan matahari terbit, pertanda hari baru. Seperti itulah kebangkitan Kristus: Ia memaklumkan awal kehidupan baru, hidup yang penuh harapan dan penebusan”.
Paskah seperti itulah yang dialami pertama kali oleh para murid. Kematian Yesus di salib benar-benar sebuah mimpi buruk bagi mereka. Harapan mereka akan masa depan yang cerah, kedudukan yang megah, dan kekayaan melimpah, sirna seketika. Dunia seakan tiba-tiba gelap. Kesedihan, kekecewaan, dan keputusasaan terjalin erat bagai rantai-rantai besi yang mempeberat langkah mereka yang hendak lari meninggalkan realita. Tiada lagi rasa aman. Yang ada hanya ketakutan dan kecemasan dituduh sebagai antek-antek pemberontak. Semua itu terjadi karena kuasa jahat yang diwakili oleh para pemegang otoritas Yahudi dan penguasa Romawi telah mencabik-cabik kebenaran Guru mereka. Demi jabatan, Pilatus tidak mau menegakkan keadilan dan kebenaran melainkan bekerjasama dengan para penguasa Yahudi yang memanipulasi pengadilan dan memutarbalikkan kebenaran dengan tuduhan palsu. Para penguasa sudah tidak bisa dipercaya lagi karena mulut mereka penuh tipu daya. Di mana para murid dapat menggantungkan harapannya, jika sumber harapan mereka ditenggalamkan ke dalam lembah kekelaman yang paling dalam?
Namun, kebangkitan Kristus yang mereka alami mengubah keputusasaan menjadi harapan, ketakutan menjadi keberanian, dan dunia yang kelam menjadi terang benderang dalam cahaya ilahi-Nya. Penciptaan baru dimulai lagi. Dahulu, dalam kisah penciptaan, disajikan petarungan antara kuasa Allah dan kuasa jahat yang disimbolkan dengan kaos awali dan gelap gulita yang meliputi samudra semesta (Kej. 1:2). Allah mengendalikan kuasa kegelapan itu dengan menciptakan terang. Sang Terang kini jaya membuat kegelapan tidak bisa menguasai-Nya lagi. Namun, seperti itukah pengalaman Paskah kita dewasa ini?
Pertarungan antara kuasa gelap dan terang tidak terhindarkan lagi di atas bumi ini dan terus berlanjut dalam berbagai bentuk. Di masa Yesus kuasa gelap tampil dalam diri para pemegang otoritas duniawi, Yahudi dan Romawi. Dewasa ini pun ia sering tampil dalam diri para pemegang kekuasaan yang dengan segala keangkuhan dan keserakahannya mencoba mengendalikan segala sesuatu, termasuk Allah, Sang Terang. Kegelapan itu terus menjalar hingga muncul istilah Indonesia Gelap. Sejak 17 Februari 2025 gelombang demonstrasi Indonesia Gelap bergulung-gulung menerjang tempat-tempat yang dipandang sebagai sarang para penguasa lalim. Para demonstran, terutama para maha siswa, menyuarakan keprihatinan mereka atas kebijakan pemerintah yang dianggap melayani kepentingan segelintir elit pebisnis dan politik dan bukannya kepentingan umum, apalagi rakyat miskin. Pengadilan diperjual-belikan, sehingga kebenaran menebar bau tengik di bawah ketiak pelaku-pelaku pengadilan yang merumuskan kebenaran berdasarkan uang dan posisi politik. Kegelapan semakin pekat dan harapan semakin tipis ketika gelombang PHK menerjang perusahan satu persatu. Para pekerja terutama kaum buruh tidak tahu lagi ke mana harus mengadukan nasib mereka. Sementara pemerintah lebih suka mereka diam dan untuk itu kalau perlu mereka dibungkam agar tidak menyuarakan keprihatinan mereka.
Apa makna Paskah dalam keadaan kita seperti ini? Dalam sebuah adegan drama Paskah, si kecil Anton diminta memerankan malaikat yang menyampaikan warta kebangkitan. Dengan lantang ia berseru, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?” (Luk. 24:5). Lalu ia diam kebingungan, sambil tolah-toleh melihat ke gurunya, karena ia lupa kelanjutan kalimat itu. Menyadari hal itu, gurunya berbisik memancing ingatannya. Mendengar bisikan itu, Anton berseru dengan suara makin lantang: “Ia tidak ada di sini. Ia ada di penjara!” Semua hadirin tertawa. Namun, mereka lupa bahwa mereka bukan sedang menertawakan Anton, melainkan diri mereka sendiri. Mereka tahu bahwa Paskah merupakan perayaan tentang kebangkitan Yesus yang memberikan harapan baru akan keselamatan, akan hidup yang lebih cerah. Namun, hati mereka masih saja dalam keraguan: mungkinkah kebenaran dan keadilan bisa ditegakkan di bumi pertiwi ini? Mungkinkah elit-elit politik dan para pemegang kuasa di bumi ini akan mengutamakan kesejahteraan rakyatnya bahkan meskipun harus mengorbankan kepentingan mereka sendiri? Yesus seakan masih di penjara, karena kita penjarakan Dia. Kita tidak percaya dan tidak membiarkan Dia menunjukkan kuasa-Nya untuk mengubah kegelapan ini. Hati kita masih dibelit keraguan, mungkinkan keadilan dan kebenaran ditegakkan di negeri ini. Paskah harus membangkitkan semangat, harapan, dan optimisme kita, bahwa semua itu mungkin. Di ujung kegelapan ini terang menanti kita, dan di batas keputus asaan ini harapan baru telah merekah. Selamat Paskah.
Penulis

Komentar
Wow, renungan yang sangat cantik…menggugah kita agar jangan memenjarakan Dia…