Penulis : Paskalis Edwin I Nyoman Paska, Jhon Daeng Maeja
Liturgi Gereja Katolik memiliki kedudukan sentral dalam kehidupan iman, menjadi sarana bagi umat beriman untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah yang diwujudkan melalui Yesus Kristus. Sebagai bentuk pelayanan suci, liturgi tidak hanya merupakan ritual, tetapi juga jalan bagi umat untuk memuliakan Allah dan menguduskan diri mereka sendiri. Konsili Vatikan II membawa pembaruan signifikan dalam tata cara liturgi, dengan penekanan pada keterlibatan aktif umat dalam setiap perayaan. Reformasi ini bertujuan menghapus sekat-sekat yang sebelumnya memisahkan umat dari liturgi, seperti dominasi klerus dan penggunaan bahasa Latin yang tidak dimengerti oleh kebanyakan umat.
Namun, penerapan reformasi ini di tingkat paroki masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah rendahnya kesadaran umat akan peran mereka dalam liturgi. Artikel ini mengulas pelaksanaan pengabdian masyarakat di Paroki Maria Ratu Damai, Purworejo-Donomulyo, yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan partisipasi umat dalam liturgi. Kegiatan ini tidak hanya melibatkan umat umum, tetapi juga secara khusus menyasar asisten imam dan remaja sebagai kelompok strategis yang berpotensi menjadi penggerak liturgi di masa depan.
Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi beberapa tahapan, yaitu sosialisasi, bimbingan, praktek langsung, dan evaluasi. Tahapan awal dimulai dengan sosialisasi tata cara Perayaan Sabda tanpa Imam kepada para asisten imam. Sosialisasi ini bertujuan memberikan pemahaman mendalam tentang susunan perayaan sabda, sekaligus menyamakan standar pelaksanaan yang sebelumnya bervariasi. Para asisten imam juga dibekali buku panduan liturgi yang menjadi referensi utama dalam tugas mereka memimpin ibadat di stasi-stasi. Selain itu, bimbingan diberikan kepada para remaja untuk meningkatkan kesadaran mereka akan peran strategis dalam liturgi. Dalam bimbingan ini, remaja dilatih menjadi lektor, dirigen, dan pemazmur, serta diajarkan mengenal alat-alat liturgi secara lebih rinci.
Hasil dari kegiatan ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa aspek. Para asisten imam yang sebelumnya memiliki pemahaman terbatas tentang tata cara ibadat sabda kini lebih percaya diri dan terampil dalam melaksanakan tugas mereka. Buku panduan yang dibagikan menjadi alat bantu yang efektif untuk memastikan konsistensi dalam pelaksanaan ibadat. Di sisi lain, para remaja menunjukkan antusiasme baru dalam keterlibatan mereka. Sosialisasi dan bimbingan yang diberikan tidak hanya memperkaya pengetahuan mereka, tetapi juga membangkitkan kesadaran akan pentingnya peran mereka sebagai generasi penerus dalam kehidupan liturgi Gereja.
Kegiatan ini juga berhasil meningkatkan kesadaran umat secara umum. Melalui bimbingan yang diberikan, umat mulai menyadari pentingnya partisipasi aktif dalam liturgi, baik melalui doa, nyanyian, maupun sikap tubuh yang benar selama perayaan. Mereka juga diajarkan untuk lebih selektif dalam memilih nyanyian liturgi yang sesuai, sehingga suasana perayaan menjadi lebih khidmat dan bermakna. Praktek langsung di stasi-stasi memberikan kesempatan bagi para asisten imam dan umat untuk menerapkan apa yang telah dipelajari. Evaluasi yang dilakukan setelahnya menjadi sarana untuk memperbaiki kekurangan dan memperkuat aspek-aspek yang sudah baik.
Meski begitu, pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu hambatan utama adalah sikap apatis dari sebagian umat, terutama di kalangan remaja. Sebagian dari mereka menunjukkan ketidakantusiasan terhadap program yang dilaksanakan, yang sempat mengganggu kelancaran beberapa sesi kegiatan. Namun, dukungan kuat dari pastor paroki, pastor rekan, dan sebagian besar umat menjadi faktor penentu keberhasilan program ini. Kerja sama yang baik antara mahasiswa, pastor, dan umat memungkinkan kegiatan ini berjalan dengan lancar, meskipun ada beberapa kendala di lapangan.
Secara keseluruhan, kegiatan pengabdian masyarakat ini menjadi model bagaimana reformasi liturgi yang digagas oleh Konsili Vatikan II dapat diwujudkan secara konkret di tingkat paroki. Dengan pendekatan yang sistematis, kegiatan ini berhasil meningkatkan kesadaran dan partisipasi umat dalam liturgi, sekaligus memperkuat peran strategis asisten imam dan remaja. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa dengan bimbingan yang tepat, liturgi dapat menjadi lebih hidup dan bermakna, bukan hanya bagi klerus, tetapi juga bagi seluruh umat. Hal ini menjadi langkah penting dalam mewujudkan Gereja yang semakin partisifatif dan inklusif, sesuai dengan semangat Gereja sebagai umat Allah.
Penulis
