Perempuan Wajib Tunduk pada Laki-laki? Inilah Fakta yang Sering Disalahpahami!

Perempuan: Dikuasai atau Menolong?

“Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.”

Dalam berbagai tafsir Alkitab, Kejadian 3:16b sering digunakan untuk menjustifikasi dominasi laki-laki atas perempuan. Sekilas, ayat ini tampak sebagai perintah Tuhan agar perempuan tunduk pada laki-laki. Namun, pemahaman yang lebih mendalam menunjukkan bahwa ini adalah akibat dari dosa, bukan kehendak awal Tuhan bagi manusia.

Kesalahan Tafsir Kejadian 3:16b

Banyak yang memahami ayat ini sebagai ketetapan Tuhan bahwa perempuan harus tunduk kepada laki-laki. Padahal, konteks ayat ini adalah konsekuensi dari dosa yang membawa ketidakharmonisan dalam hubungan manusia. Sebelum kejatuhan dalam dosa, hubungan laki-laki dan perempuan berada dalam keseimbangan dan kesetaraan. Ketidakseimbangan ini bukanlah sesuatu yang ideal, melainkan suatu realitas yang harus diperbaiki.

Kata “berahi” (tešûqah) dalam ayat ini sering kali diterjemahkan sebagai keinginan seksual perempuan terhadap laki-laki. Namun, dalam konteks lain dalam Alkitab, kata ini juga dapat berarti keinginan untuk menguasai atau mendominasi. Sementara itu, kata “berkuasa” (mašal) memiliki arti memerintah atau mengendalikan. Dengan demikian, ayat ini dapat dipahami sebagai gambaran tentang pertarungan kekuasaan yang terjadi dalam hubungan manusia setelah kejatuhan dalam dosa, bukan sebagai perintah Tuhan agar perempuan tunduk kepada laki-laki.

Citra Allah dalam Laki-laki dan Perempuan

Kejadian 1:26-27 menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar Allah. Kata ‘ādām yang digunakan dalam teks ini mencakup manusia secara keseluruhan, baik laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki peran yang sama penting dalam menjalankan kehendak Tuhan di dunia.

Dalam teologi klasik, gambar Allah dalam manusia sering dihubungkan dengan aspek rasionalitas, moralitas, dan kemampuan berkuasa atas ciptaan. Namun, gambar Allah juga dapat dipahami sebagai kapasitas manusia untuk mencerminkan sifat-sifat Allah, seperti kasih, keadilan, dan kreativitas. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki tugas yang sama dalam mencerminkan karakter Allah dalam kehidupan mereka.

Wanita sebagai Penolong, Bukan Bawahan

Kejadian 2:18 menyebut perempuan sebagai “penolong yang sepadan” (‘ēzer kenegdô) bagi laki-laki. Kata ‘ēzer dalam Alkitab sering digunakan untuk menggambarkan pertolongan Tuhan kepada manusia. Ini menunjukkan bahwa perempuan bukan sekadar pendamping yang pasif, melainkan mitra sejajar yang membantu dan melengkapi laki-laki dalam menjalankan tugas kehidupan.

Kata “penolong” dalam bahasa Ibrani tidak memiliki konotasi inferioritas. Sebaliknya, dalam banyak ayat di Perjanjian Lama, Tuhan sendiri disebut sebagai ‘ēzer bagi manusia (Mazmur 33:20, 70:5). Ini menegaskan bahwa perempuan sebagai penolong bukan berarti lebih rendah dari laki-laki, tetapi justru memiliki peran aktif dan signifikan dalam kehidupan bersama.

Tokoh Perempuan dalam Alkitab

Ilustrasi Rachel, Miryam, Abigail
*Ilustrasi Rahel, Miryam dan Abigail

Beberapa tokoh perempuan dalam Alkitab menunjukkan bagaimana perempuan memiliki peran penting dalam sejarah keselamatan:

  • Rahel memberikan semangat dan kekuatan kepada Yakub dalam perjalanannya. Kisahnya menunjukkan bagaimana perempuan dapat menjadi sumber inspirasi dan dukungan dalam kehidupan laki-laki.
  • Miryam berperan dalam menyelamatkan Musa serta menjadi pemimpin spiritual bagi perempuan Israel. Ia adalah seorang nabiah yang memainkan peran penting dalam perjalanan bangsa Israel menuju kebebasan.
  • Abigail dengan kebijaksanaannya menyelamatkan suaminya dan mencegah Daud melakukan pembunuhan yang impulsif. Tindakannya menunjukkan bagaimana kebijaksanaan seorang perempuan dapat membawa perdamaian dan menghindarkan kekerasan.

Kisah-kisah ini menegaskan bahwa perempuan bukan hanya pelengkap, tetapi memiliki peran strategis dalam rencana Tuhan. Mereka menunjukkan keberanian, kebijaksanaan, dan kepemimpinan yang tidak kalah dari tokoh-tokoh laki-laki dalam Alkitab.

Relasi Harmonis antara Laki-laki dan Perempuan

Dominasi laki-laki atas perempuan bukanlah kehendak Tuhan, melainkan akibat dari dosa yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam hubungan manusia. Tuhan menghendaki hubungan laki-laki dan perempuan yang setara, saling menolong, dan bekerja sama dalam melaksanakan rencana keselamatan-Nya.

Dalam dunia modern, pemahaman ini menjadi semakin relevan. Banyak perempuan yang telah menunjukkan kepemimpinan dan kontribusi yang besar dalam berbagai bidang, termasuk dalam gereja dan masyarakat. Kesetaraan bukan berarti menghilangkan perbedaan, tetapi mengakui bahwa laki-laki dan perempuan memiliki keunikan masing-masing yang dapat saling melengkapi.

Melalui pemahaman yang benar terhadap teks Alkitab, kita diajak untuk membangun kembali hubungan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, di mana keduanya saling menghormati dan bekerja sama dalam kesetaraan sebagai ciptaan Tuhan. Dengan demikian, kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil dan selaras dengan kehendak Tuhan.

Penulis

satu Respon

  1. Akhir2 ini gerakan feminisme klasik dipakai oleh kalangan tertentu, dimodifikasi sedemikian rupa dan bertumbuh liar dengan pupuk medsos. Bagaimana kita menyikapi gelombang feminisme modern (yang berakar pada eksistensialisme dan postmodernisme), terutama feminisme radikal spt dlm gerakan WOKE, yang lebih berfokus pada dekonstruksi peran gender tradisional?
    Trimakasih. Tuhan memberkati pelayanan Loving The Truth.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Share this article

Tertarik menulis artikel?