Makna di Balik Tulang Rusuk

Makna Penciptaan Perempuan : Penolong Sepadan sebagai Anugerah Allah


Dalam Kitab Kejadian 2:18, TUHAN Allah berfirman, “Tidak baik (lo’ tov), kalau manusia (’ādām) itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong (‘ēzer) baginya, yang sepadan dengan dia.” Pernyataan ini sangat menarik jika kita mengingat bahwa dalam kisah penciptaan sebelumnya, Allah menyatakan bahwa segala sesuatu “baik dan indah” (tov). Namun, setelah menciptakan manusia dan menempatkannya di taman Eden, Allah justru melihat sesuatu yang tidak baik — yaitu kesendirian manusia.

Kesendirian dianggap tidak baik karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk relasional. Manusia membutuhkan relasi kasih sebagai unsur esensial untuk menjalani hidup yang utuh dan bahagia. Tanpa relasi kasih, manusia mengalami kehampaan dalam hidupnya. Dalam budaya Israel, orang-orang menggambarkan kesendirian sebagai bentuk kematian. Mereka mengekspresikan hal ini melalui konsep Sheol—dunia orang mati—yang melambangkan keterpisahan total dari kehidupan.

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan partner, teman bicara, dan relasi dengan yang berbeda dari dirinya. Dalam Kejadian 2, penulis menggambarkan perbedaan ini melalui penciptaan perempuan. Namun, Alkitab tidak membatasi relasi kasih hanya pada hubungan suami-istri. Penulis Kitab Pengkhotbah, misalnya, menekankan pentingnya pasangan dan persahabatan yang saling meneguhkan dalam Pengkhotbah 4:9–11.

Allah sendiri bertindak mengatasi masalah kesendirian ini. Ia tidak membiarkan manusia terjebak dalam kesepian. Ia bersabda: “Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia.” Dalam Perjanjian Lama, istilah ‘ēzer hampir selalu merujuk pada pertolongan dari Allah sendiri untuk menyelamatkan manusia dari bahaya maut. Maka, kesendirian bukan sekadar kondisi psikologis, tetapi sebuah krisis eksistensial yang membutuhkan intervensi ilahi.

Banyak orang menafsirkan kata “penolong” secara keliru sebagai sosok yang lebih rendah, apalagi saat mengaitkannya dengan perempuan. Padahal, penulis Teks Ibrani menggunakan kata Ibrani ’ādām, yang berarti manusia, bukan laki-laki. Dengan kata lain, Allah menciptakan penolong sepadan bagi manusia secara umum. Baik laki-laki maupun perempuan dapat mengalami kesendirian, dan keduanya juga dapat menjadi penolong bagi sesamanya.

“Allah menciptakan penolong yang sepadan (Ibrani: kenegdô), yaitu seseorang yang setara, berada di hadapan manusia, dan mampu diajak berdialog.”Relasi ini tidak hierarkis, tetapi setara. Kita tidak berbicara tentang atasan dan bawahan, tetapi tentang dua pribadi yang saling menopang dan saling mengisi.

Proses Penciptaan Perempuan: Ketika Allah Bertindak Sendiri


Langkah pertama Allah adalah menciptakan binatang sebagai upaya mengatasi kesendirian manusia. Namun, langkah ini tidak berhasil karena tidak ada makhluk yang sepadan. Maka, Allah melanjutkan ke langkah kedua: penciptaan perempuan dari tulang rusuk manusia (Kej. 2:21-22).

Dalam tindakan ini, Allah membuat manusia tidur nyenyak (tardemāh), seperti ahli bedah yang membius pasien sebelum operasi. Tidur nyenyak menunjukkan bahwa manusia pasif sepenuhnya. Ia tidak tahu-menahu tentang proses penciptaan perempuan. Ini menegaskan bahwa penciptaan penolong sepadan merupakan inisiatif dan karya Allah sepenuhnya.

Allah mengambil salah satu tulang rusuk manusia dan dari situ membentuk perempuan. Simbol tulang rusuk ini menyimpan pesan yang dalam: perempuan bukan berasal dari kepala (yang menunjukkan kekuasaan) atau kaki (yang menunjukkan penaklukan), tetapi dari sisi—dekat hati, tempat kasih bersemayam. Dengan demikian, perempuan bukan hanya mitra, tetapi juga pribadi yang dekat secara emosional dan spiritual.

Tradisi Sumeria bahkan mengenal mitos serupa dalam kisah dewa Enki dan dewi Ninhursag. Dari tulang rusuk Enki lahirlah Ninti—“ibu tulang rusuk” atau “ibu kehidupan”. Demikian pula dalam Alkitab, Hawa disebut sebagai “ibu segala yang hidup” (Kej. 3:20). Ini menunjukkan bahwa perempuan adalah simbol kehidupan, bukan pelengkap yang inferior.

Namun, penciptaan ini juga membawa pelajaran spiritual. Agar manusia dapat menerima penolong yang sepadan, ia harus bersedia kehilangan sesuatu. Adam harus rela kehilangan satu rusuk. Sikap ini menggambarkan kesiapan memberi, menerima, dan berbagi dalam relasi. Dua syarat untuk membangun relasi sejati dalam terang iman adalah: tidak sok tahu dan siap untuk kehilangan demi kebaikan bersama.

Perempuan: Anugerah Allah yang Diantar, Bukan Diraih


Ketika Allah membawa perempuan kepada manusia (ay. 22), Ia menggunakan kata kerja Ibrani bo’ dalam bentuk Hiphil yang berarti “menghantar” atau “mempersembahkan”. Ini bukan tindakan manusia yang mencari atau meraih, tetapi inisiatif Allah sendiri yang menyerahkan penolong sebagai anugerah. Dengan kata lain, jodoh adalah pemberian, bukan hasil ambisi.

Sadar bahwa pasangan atau sahabat sepadan adalah anugerah Allah membuat seseorang tidak merasa kehilangan, melainkan menerima dengan syukur. Ia tahu bahwa relasi sejati bukan soal memiliki, tetapi soal mempercayai dan membangun kasih yang saling melengkapi.

Penutup: Hidup Relasional sebagai Jalan Menuju Kepenuhan Hidup


Penciptaan perempuan sebagai penolong sepadan dalam Kejadian 2:18–22 bukan hanya kisah asal-usul manusia, tetapi sebuah refleksi mendalam tentang makna hidup berelasi. Manusia tidak diciptakan untuk hidup sendiri. Ia diciptakan untuk membangun kasih, berdialog, dan berbagi hidup dengan sesama. Dalam konteks iman, perempuan adalah wujud anugerah Tuhan—penolong sepadan yang memungkinkan manusia mengalami hidup yang penuh.

Penulis

satu Respon

  1. Access ChatGPT, Claude, Gemini Pro , Kling AI, LLaMA, Mistral, DALL.E, LLaMa & more—all from a single dashboard.

    No subscriptions or no monthly fees—pay once and enjoy lifetime access.

    Automatically switch between AI models based on task requirements.

    And much more … hamsterkombat.expert/AIIntelliKit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Share this article

Tertarik menulis artikel?