Reungan hari ini dari bacaan Yehezkiel 34:11-16 dan Yohanes 15:3-7 “Sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-domba-Ku dan mencarinya” (Yeh. 34:11). |
Dalam perjalanan hidup ini, kita sering dihadapkan pada berbagai keinginan: ada yang tampak jelas jahat, namun banyak pula yang tampaknya “baik”.
Keinginan untuk sukses, dihargai, mencukupi kebutuhan keluarga, bahkan keinginan untuk melayani Tuhan dengan lebih besar, semuanya terdengar mulia. Namun, di balik itu semua, Alkitab mengingatkan bahwa hati manusia itu licik, dan tidak jarang, keinginan yang kelihatan baik sekalipun dapat membawa kita menjauh dari Tuhan, bahkan menuntun kepada pengkhianatan terhadap-Nya.
Kitab Yehezkiel 34:11–16 menggambarkan Allah sebagai Gembala Agung yang penuh kasih. Ia mencari domba-Nya yang tersesat, mengangkat yang terbuang, dan memulihkan yang terluka. Gembala ini tidak tinggal diam ketika domba-domba-Nya mengikuti jalannya sendiri sendiri, tersesat oleh keinginan yang tidak terkendali. Kasih-Nya begitu besar hingga Ia turun tangan untuk membawa mereka kembali ke jalur yang benar.
Mengapa domba bisa tersesat? Karena mereka mengikuti apa yang mereka anggap baik bagi diri mereka sendiri — padang rumput yang tampak hijau, jalan yang terlihat mudah — tanpa sadar bahwa mereka menjauh dari Gembala.
Demikian pula dalam Yohanes 15:3–7, Yesus menekankan pentingnya “tinggal di dalam Dia.” Ia adalah pokok anggur yang sejati, dan kita adalah ranting-ranting-Nya. Terlepas dari Dia, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Ranting yang memisahkan diri tidak serta-merta mati, tetapi perlahan-lahan kehilangan kehidupan, sampai akhirnya kering dan dibuang. Inilah yang terjadi ketika kita mengejar keinginan yang tidak diproses dalam hubungan yang intim dengan Kristus.
Seorang pelayan Tuhan bisa saja memiliki keinginan untuk membangun pelayanan yang besar, tetapi jika motivasinya adalah nama diri, pelayanannya menjadi berhala. Seorang ayah bisa saja mengejar karier demi memberi “yang terbaik” bagi keluarganya, tetapi jika hal itu membuatnya jauh dari Tuhan dan keluarganya, yang terbaik itu bisa menjadi yang terburuk. Keinginan untuk mencintai seseorang bisa tampak murni, namun jika itu membawa kita menjauh dari kebenaran, kita sedang menukar kasih sejati dengan ilusi.
Ironisnya, keinginan-keinginan yang kelihatannya baik sering lebih berbahaya daripada keinginan yang jelas-jelas salah, karena kita lebih sulit menyadari bahayanya. Kita membungkus ambisi dengan spiritualitas, membalut keserakahan dengan kata “tanggung jawab,” dan akhirnya terjerumus dalam penyembahan berhala terselubung — penyembahan kepada diri sendiri. Di sinilah kita bisa tanpa sadar mengkhianati Tuhan, bukan karena kita membenci-Nya, tetapi karena kita menggantikan-Nya dengan keinginan.
Oleh sebab itu, mari kembali tinggal dalam pelukan Gembala Agung. Izinkan Dia menuntun setiap keinginan kita, menyaringnya melalui kebenaran firman, dan memurnikannya dengan kasih-Nya. Jangan cepat percaya pada keinginan hati, meskipun kelihatannya baik. Tundukkanlah setiap keinginan kepada Kristus. Sebab, hanya dengan tetap tinggal di dalam Dia, hidup akan berbuah lebat dan tidak tersesat.
Tinggal dalam Gembala bukan sekadar pilihan rohani, tapi kebutuhan sejati agar kita tidak terjerat oleh keinginan-keinginan yang menyesatkan, yang perlahan namun pasti bisa menggantikan Tuhan di pusat hidup kita.
Penulis

