Pembentukan Iman lewat Badai Kehidupan (1 Februari 2025)

Renungan dari Bacaan Ibrani 11:1-2, 8-19 ; Markus 4:35-41
“Mengapa kamu ketakutan? Belumkah kamu percaya?” (Mrk. 4:40).

Perjalanan iman sering kali seperti mengarungi lautan luas. Di satu sisi, ada ketenangan yang memberi rasa nyaman. Sejauh mata memandang warna biru laut memberikan rasa keindahan. Seumpama lukisan nan indah, disertai angin sepoi-sepoi yang meneduhkan, membuat kita terbuai. Namun, di sisi lain, badai dapat datang tiba-tiba, menguji keberanian, iman, dan kesetiaan kita kepada Tuhan.

Dalam Markus 4:35-41, angin ribut yang mendera para murid bukanlah suatu kebetulan. Itu adalah momen yang  Tuhan izinkan untuk membentuk mereka menjadi pribadi yang lebih dewasa, kuat dalam iman.

Saat  ombak menghantam perahu dan angin mengamuk tanpa henti, ketakutan mulai menguasai hati para murid. Mereka berteriak, memanggil Yesus yang terlihat “diam” di buritan, “Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?” (Mrk. 4:38). Tetapi, dalam kekalutan itu, Yesus bangkit, menghardik angin dan ombak dengan kata-kata yang sederhana namun penuh kuasa, “Diam! Tenanglah!” (Mrk. 4:39).

Badai pun reda, dan ketenangan kembali melingkupi lautan. Namun, momen itu bukan hanya tentang menunjukkan kuasa Tuhan Yesus atas alam, melainkan juga tentang pelajaran iman yang mendalam. Tuhan Yesus bertanya kepada mereka, “Mengapa kamu ketakutan? Belumkah kamu percaya?” (Mrk. 4:40).

Badai itu diizinkan terjadi bukan untuk menghancurluluhkan, tetapi untuk membangun. Seperti otot yang hanya bisa menjadi kuat melalui beban dan tekanan, iman pun membutuhkan proses untuk bertumbuh. Tuhan tidak membiarkan badai terjadi tanpa tujuan. Dia ingin kita belajar bahwa Dia selalu hadir, bahkan ketika kita merasa Dia diam. Dia adalah Immanuel, Allah yang beserta kita ( Matius 1:23)

Dia ingin kita menyadari bahwa penyertaan-Nya sempurna.

Ketika badai kehidupan datang, itu adalah panggilan bagi kita untuk berakar lebih dalam lagi di dalam iman, belajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, dan percaya bahwa Dia sanggup menenangkan setiap kekalutan. Dengan setiap badai yang kita hadapi bersama-Nya, kita tidak hanya bertahan, tetapi juga akan menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih dewasa, dan lebih beriman.

Penulis


Editor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *