Renungan dari Bacaan Kej 37: 3-4 , 12-13a, 17b-28 dan Mat 21: 33-43, 45,-46 “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakan kepada petani-petani lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya” (Mat. 21:41) |
Ada peribahasa “sokong membawa rebah” yang berarti dikhianati atau dicelakai oleh teman sendiri atau orang kepercayaan. Peribahasa ini tepat untuk menggambarkan para penyewa kebun anggur di dalam Injil Matius ini. Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur ini ditujukan secara langsung kepada imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Sebagai pemilik kebun anggur, Tuhan menitipkan harta-Nya ini kepada para penggarap kebun anggur, yakni imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Mereka dipercaya untuk merawat kebun anggur (umat Israel) itu agar berbuah banyak. Namun, mereka tidak berbuat seperti yang diharapkan Tuhan.
Allah telah mempercayakan kepada para pemimpin agama itu tanggung-jawab untuk melayani umat, tetapi mereka mengkhianati kepercayaan itu. Nenek moyang mereka telah membunuh nabi-nabi yang diutus Allah dari abad ke abad, dan sekarang mereka akan membunuh Anak-Nya yang tunggal.
Mereka menolak Yesus, Sang “batu penjuru.” Mengapa? Karena mereka gagal dalam melihat siapa sebenarnya diri mereka. Mereka memandang tinggi diri mereka sendiri dan tidak mampu melihat dosa mereka sendiri sehingga tidak mengakui adanya kebutuhan akan seorang Juruselamat. Mereka mengklaim telah menaati semua peraturan untuk memperoleh keselamatan, dan karena orang-orang datang memohon bimbingan, mereka jatuh dalam dosa kesombongan rohani.
Karena kegagalan mereka, Tuhan akan mengalihkan anugerah-Nya kepada orang-orang bukan Yahudi yang menyambut Injil dan hidup seturut Injil. Seharusnya imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi membawa umat Allah mengenal Dia yang diutus Allah. Akan tetapi, mereka justru menyalibkan Tuhan Yesus. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus akan membawa dua akibat ini: yang menolak akan binasa, yang menerima akan diperbarui dan diselamatkan.
Pada setiap zaman, orang-orang yang memiliki kekuasaan, yang hidup nyaman dan kaya-raya seringkali hanya mengandalkan kekayaan dan kekuatannya sendiri. Mereka menolak Yesus sebagai Sang Penyelamat sejati.
Bisa jadi pada mulanya para penggarap kebun anggur itu bekerja dengan tulus, tetapi ketika melihat hasil panen, mereka tergoda untuk menguasai harta tuannya, dan nekad melakukan pembunuhan. Harta benda dapat “membutakan hati nurani orang” dan mengubah pikiran yang murni menjadi pikiran yang jahat (= korupsi, merampok, mencederai atau bahkan membunuh). Iri hati dan kebencian dapat menggiring orang ke tindak kekerasan, bahkan pembunuhan seperti yang terjadi pada saudara-saudara Yusuf. Iri hati dan kesombongan adalah tanda ketidakdewasaan. Sikap ini menyuburkan balas dendam dan tindak kekerasan lainnya.
Kesabaran dan kelemahlembutan pemilik kebun anggur sungguh luar biasa. Satu demi satu orang-orang yang diutusnya ditangkap, dilemparkan, dan dibunuh oleh para penggarap kebun anggur. Namun, ia tetap tidak menghukum mereka hingga akhirnya ia mengutus anaknya sendiri.
Namun, anaknya ini pun dibunuh oleh mereka. Kesabaran dan kelemahlembutan memang sering dimaksudkan untuk memberi kesempatan orang bertobat dan memutus mata rantai kekerasan dan kejahatan. Sering kali kesabaran dan kelemahlembutan dipandang sebagai sikap pasif, diam, takut, atau tidak peduli. Namun, sebenarnya sikap tersebut adalah jalan terbaik untuk menghadapi sikap iri atau perlakuan kasar dari orang lain. Bagaimana pun juga, kesabaran pun mengenal batas.
Ketika kesabaran disalahgunakan, penolakan yang terus menerus, bahkan dalam bentuk kekerasan akhirnya mendapat konsekuensi yang serius: Pemilik kebun anggur itu “akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakan kepada petani-petani lain” (Mat. 21:41). Kebun anggur apakah yang sudah Allah percayakan kepada kita? Adakah kita sudah menjadi penggarap-penggarap yang baik dan setia? Marilah kita bekerja keras mengembangkan iman kita hingga menghasilkan buah yang baik agar tidak menyalahgunakan kesabaran dan kebaikan Tuhan.
Penulis


2 Responses
Terima kasih atas penjelasan yg sgt masuk akal.
Terimakasih Pak Paulus. Berkah Dalem.
Yesus sebagai Batu Penjuru yang di atasnya gerejaNya akan berdiri. Ia adalah pondasinya. Ketika batu penjuru telah diletakkan, batu itu akan menjadi dasar bagi pengukuran lainnya dalam kontruksi gedung itu; semuanya disejajarkan kepadanya. Sebagai batu penjuru gereja, Yesus adalah tolak ukur keselarasan kita