Hidup dalam Berkat dan Pengharapan ( 1 November 2025 )

Renungan hari ini Wahyu. 7:2-4.9-14; Matius. 5:1-12a.”Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; mereka telah mencuci jubah mereka dan memutihkannya dalam darah Anak Domba.” (Wahyu 7:14)

Wahyu 7:2-4.9-14 menggambarkan pemandangan yang sangat indah dan penuh harapan. Yohanes melihat begitu banyak orang, tidak terhitung jumlahnya, dari segala bangsa dan bahasa, berdiri di hadapan takhta Allah, mengenakan jubah putih dan memegang daun palma di tangan. Mereka adalah orang-orang yang “telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.” Gambaran ini berbicara tentang kemenangan iman orang-orang yang tetap setia kepada Tuhan meski hidup mereka penuh tantangan dan penderitaan.

Sementara itu, Injil Matius 5:1-12a menampilkan Yesus yang mengajarkan Sabda Bahagia di atas bukit. Yesus mengatakan bahwa orang yang miskin di hadapan Allah, yang berdukacita, yang lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang murah hati, yang suci hatinya, yang membawa damai, dan yang dianiaya karena kebenaran, merekalah yang berbahagia. Sabda ini terdengar aneh bagi dunia yang mengukur kebahagiaan dari kekayaan, popularitas, dan kesuksesan. Tetapi, Yesus membalikkan pandangan itu: bahagia sejati datang dari hati yang dekat dengan Allah, bukan dari keadaan lahiriah.

Kalau kita renungkan, kedua bacaan ini saling melengkapi. Wahyu menunjukkan hasil akhirnya kebahagiaan kekal bersama Allah. Matius menunjukkan jalannya hidup dalam semangat Sabda Bahagia. Menjadi kudus bukan berarti hidup tanpa masalah, tetapi tetap percaya dan berbuat baik di tengah segala tantangan. Hidup kudus berarti tetap rendah hati saat kita punya banyak, tetap sabar saat kita susah, tetap berbelas kasih di dunia yang sering egois, dan tetap membawa damai di tengah kebisingan konflik.

Sebagai pribadi manusia di zaman ini, mungkin kita sering bertanya: “Apakah mungkin menjadi kudus di dunia yang sibuk dan serba cepat seperti sekarang?” Jawabannya: sangat mungkin. Kekudusan bukan hanya milik para biarawan-biarawati atau para santo-santa. Kekudusan berarti menjalani hidup dengan cinta dan ketulusan di tempat kita berada. Saat kita belajar dengan jujur, membantu orang lain tanpa pamrih, menghargai sesama, atau berani berkata benar meskipun tidak populer di situlah kita sedang berjalan di jalan kekudusan.

Sabda Bahagia bukan teori tinggi, tetapi pedoman hidup nyata. Yesus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati lahir dari hati yang menyerahkan diri kepada Allah. Ketika kita membiarkan Tuhan memimpin langkah kita, kita akan menemukan damai meski dunia sibuk. Kita tidak perlu menjadi sempurna, tetapi cukup berusaha setia dan berbuat baik hari demi hari.

Akhirnya, Wahyu mengingatkan kita akan tujuan hidup ini: bersatu dengan Allah dalam kebahagiaan abadi.

Saudara saudari yang terkasih, Matius mengajarkan cara mencapainya: hidup dengan hati yang bersih, lemah lembut, dan penuh kasih. Semoga kita semua, dalam kesibukan dan perjuangan hidup sehari-hari, belajar menjadi orang yang “berbahagia” menurut cara Tuhan bukan karena dunia memuji, tapi karena Tuhan berkenan atas hidup kita.

Penulis
Bible Learning Loving The Truth

2 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *