Mengasihi dengan Tulus dan Mengikuti dengan Totalitas ( 5 November 2025 )

Renungan hari ini dari bacaan Roma 13:8-10; Lukas 14:25-33 “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:27).

Kita semua tentu sepakat bahwa mengasihi itu indah. Tetapi, apakah kita juga sadar bahwa mengasihi itu butuh keberanian? Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita untuk melihat kasih bukan sekadar perasaan hangat, melainkan sebagai keputusan dan komitmen yang menuntut keberanian, bahkan pengorbanan.

Rasul Paulus dalam bacaan pertama menulis dengan sangat tegas: “Janganlah kamu berutang apa-apa kepada siapa pun juga, kecuali saling mengasihi” (Rm. 13:8). Kalimat ini sederhana, tetapi sangat dalam. Paulus mau menegaskan bahwa kasih adalah dasar dari seluruh hukum dan kehidupan kita sebagai orang beriman. Kalau kita sungguh mengasihi, kita tidak akan mencuri, tidak akan menipu, tidak akan membenci. Kasih membuat kita taat bukan karena takut dihukum, tapi karena hati kita dipenuhi oleh kebaikan.

Bacaan Injil hari ini menantang kita lebih jauh lagi. Yesus berkata bahwa siapa pun yang mau menjadi murid-Nya harus siap memikul salib dan meninggalkan segala sesuatu. Kalimat ini tidak mudah didengar, apalagi dijalani. Tetapi, Yesus tidak bermaksud menakuti kita. Ia hanya ingin kita sadar bahwa mengikuti Dia tidak bisa setengah hati. Kita tidak bisa mengasihi Tuhan di satu sisi, tetapi tetap terikat pada kepentingan diri di sisi lain. Menjadi murid Yesus berarti mengasihi dengan totalitas. Artinya, kita mau menyerahkan seluruh hidup kita, waktu, tenaga, bahkan kenyamanan kita untuk hidup sesuai kehendak Tuhan.

Dalam kehidupan nyata, bentuk salib itu berbeda-beda bagi setiap orang. Ada yang salibnya berupa kesetiaan dalam keluarga seperti tetap mencintai pasangan dan anak-anak meski situasi tidak selalu harmonis. Ada yang salibnya adalah panggilan pelayanan yaitu terus melayani meski kadang lelah, kadang tidak dihargai. Ada juga yang salibnya adalah pergumulan pribadi seperti menahan diri dari godaan, tetap jujur di tengah tekanan, atau tetap berharap meski keadaan tidak mudah. Yesus tidak menjanjikan jalan yang mudah, tetapi Ia menjanjikan kehadiran-Nya di setiap langkah kita. Ia tahu bahwa kasih sejati selalu menuntut keberanian untuk berkorban. Itulah sebabnya Ia sendiri menunjukkan kasih-Nya di kayu salib kasih yang tidak hanya diucapkan, tetapi diwujudkan dengan seluruh hidup-Nya.

Paulus mengingatkan kita untuk mengasihi dengan tulus. Yesus menegaskan agar kita mengikuti dengan totalitas. Dua pesan ini saling melengkapi. Mengasihi tanpa pengorbanan hanyalah kata-kata kosong. Tetapi, berkorban tanpa kasih hanyalah penderitaan tanpa makna. Keduanya hanya menemukan arti sejati ketika kita melakukannya karena Tuhan. Maka hari ini, mari kita bertanya pada diri kita masing-masing: Apakah kasihku sudah tulus atau masih penuh syarat? Apakah aku sudah mengikuti Kristus dengan total atau masih menahan sebagian dari diriku karena takut kehilangan sesuatu?

Mengasihi dengan tulus dan mengikuti dengan totalitas memang tidak mudah. Tetapi justru di sanalah letak sukacita sejati sebagai murid Kristus. Karena ketika kita memberi diri sepenuhnya untuk Tuhan dan sesama, hidup kita menjadi pantulan kasih Allah sendiri. Mari kita belajar mengasihi dengan tulus, mengikuti dengan totalitas, dan berani berkorban seperti Kristus yang lebih dahulu mengasihi kita.

Penulis
Bible Learning Loving The Truth

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *